DAFTAR ISI ARTIKEL

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA


ANGGARAN DASAR
DAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERHIMPUNAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA
(Indonesian Agricultural Extensionist Association)
PERHIPTANI – IAEA
ANGGARAN DASAR
PERHIMPUNAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA
(Indonesian Agricultural Extensionist Association)
PERHIPTANI – IAEA
Jakarta, Desember 2008
1
ANGGARAN DASAR
PERHIMPUNAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA
(Indonesian Agricultural Extensionist Association)
PERHIPTANI – IAEA
MUKADIMAH
Sasaran jangka panjang pembangunan Nasional Indonesia adalah
tercapainya masyarakat yang sejahtera. Untuk menuju masyarakat yang sejahtera
tersebut maka perekonomian nasional dikembangkan dengan bertumpu pada usaha
pengembangan agribisnis yang merupakan sinergi antara pertanian, agroindustri
dan jasa-jasa yang menunjang pertanian.
Untuk mewujudkan pertanian yang berwawasan agribisnis, penyuluh
pertanian mempunyai kedudukan dan peranan penting di dalam pembangunan
nasional, khususnya pembangunan pertanian.
Atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, serta dilandasi oleh kesadaran
dan keinginan luhur untuk mengabdi kepada bangsa dan negara demi mencapai
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, serta mengingat perlunya wadah yang menampung dan mengolah
gagasan pengetahuan, keahlian, pengalaman di bidang penyuluhan pertanian, maka
dibentuklah suatu organisasi profesi yang berbentuk perhimpunan untuk
dipergunakan secara aktif dan teratur mengembangkan ilmu penyuluhan pertanian
dan penerapannya bagi pengembangan pertanian progresif dan kemakmuran
bangsa yang merata.
BAB I
NAMA, WAKTU, WILAYAH KERJA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
N a m a
1. Perhimpunan ini diberi nama “Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia"
disingkat PERHIPTANI, dalam bahasa Inggris "Indonesian Agricultural
Extensionist Association" disingkat IAEA;
2. Yang dimaksud dengan Penyuluh Pertanian adalah Penyuluh Pertanian PNS,
Penyuluh Pertanian Swasta, dan Penyuluh Pertanian Swadaya;
Pasal 2
W a k t u
PERHIPTANI didirikan pada tanggal 6 Juli 1987 di Subang, Jawa Barat untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan.
2
Pasal 3
Wilayah Kerja dan Tempat Kedudukan
1. Wilayah Kerja PERHIPTANI meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia;
2. PERHIPTANI Pusat berkedudukan di Ibukota Negara RI, PERHIPTANI
Wilayah di Ibukota Propinsi, PERHIPTANI Daerah di lbukota Kabupaten/Kota
dan PERHIPTANI Cabang di Ibukota Kecamatan.
BAB II
ASAS, SIFAT DAN TUJUAN
Pasal 4
A s a s
PERHIPTANI berasaskan Pancasila.
Pasal 5
S i f a t
PERHIPTANI merupakan organisasi profesi penyuluh yang bersifat keilmuan,
keahlian, persaudaraan, kemasyarakatan, kemandirian dan tidak berafiliasi dengan
organisasi politik.
Pasal 6
T u j u a n
1. Membantu pemerintah dan masyarakat dalam mengembangkan sistem
penyuluhan pertanian yang efektif, efisien dan produktif;
2. Mengembangkan serta menyebarluaskan ilmu, teknologi, metode dan
manajemen penyuluhan pertanian;
3. Membina jiwa korsa, mengembangkan profesionalisme dan menyalurkan
aspirasi penyuluh pertanian.
BAB III
LINGKUP KEGIATAN
Pasal 7
Lingkup Kegiatan PERHIPTANI adalah sebagai berikut:
1. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
penyelenggaraan penyuluhan pertanian;
3
2. Menjalin kerjasama dengan lembaga penelitian, Perguruan Tinggi, organisasi
profesi dan dadan-badan lain di dalam negeri maupun di luar negeri untuk
pengembangan dan penyebarluasan penyuluhan pertanian;
3. Menyelenggarakan dan mengikuti pertemuan ilmiah yang berkaitan dengan
ilmu penyuluhan pertanian di dalam maupun di luar negeri;
4. Menyelenggarakan komunikasi antar anggota secara teratur dan
berkelanjutan;
5. Meningkatkan mutu, kompetensi dan profesi penyuluh pertanian PNS,
penyuluh pertanian swasta dan penyuluh pertanian swadaya secara
konsisten dan berkelanjutan;
6. Membantu mendorong peningkatan kesejahteraan anggota;
7. Memberikan penghargaan kepada orang-orang dan atau lembaga yang
berjasa dalam bidang penyuluhan pertanian;
8. Memberikan perlindungan dan bantuan hukum (advokasi) kepada anggota.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 8
1. Keanggotaan PERHIPTANI bersifat aktif, kecuali anggota kehormatan yang
ditetapkan oleh Kongres atas usulan pengurus pusat;
2. Anggota PERHIPTANI adalah perorangan yang berkecimpung dalam
penyuluhan pertanian dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Anggaran Rumah Tangga;
3. Anggota PERHIPTANI terdiri dari:
(1). Anggota biasa;
(2). Anggota luar biasa;
(3). Anggota kehormatan.
4
BAB V
KEPENGURUSAN DAN STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 9
Kepengurusan PERHIPTANI terdiri dari :
1. Pimpinan Pusat pada tingkat nasional;
2. Pengurus Wilayah pada tingkat Propinsi;
3. Pengurus Daerah pada tingkat Kabupaten/Kota;
4. Pengurus Cabang pada tingkat Kecamatan.
Pasal 10
Struktur Organisasi
1. Pengurus Pusat terdiri dari Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris
Jenderal, Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara, Wakil Bendahara, Bidang-
Bidang, serta beberapa anggota yang ditetapkan oleh Kongres;
2. Pengurus Wilayah terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil
Sekretaris, Bendahara, Bidang-Bidang dan anggota yang dipilih dalam
Konperensi Wilayah;
3. Pengurus Daerah terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris,
Bendahara, Bidang-Bidang dan anggota yang dipilih dalam Musyawarah
Daerah;
4. Pengurus Cabang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Bidang-Bidang
dan anggota yang dipilih dalam Rapat Anggota;
5. Pada setiap tingkatan dibentuk Dewan Pembina yang terdiri atas;
pejabat/tokoh yang berpengaruh dibidang penyuluhan pertanian.
BAB VI
TUGAS DAN KEWENANGAN PENGURUS
Pasal 11
Pengurus Pusat
1. Pengurus Pusat merupakan pimpinan tertinggi PERHIPTANI dan mandataris
Kongres dalam melaksanakan program umum serta bertanggung jawab
kepada Kongres, dengan tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijaksanaan program umum PERHIPTANI;
b. Membimbing dan mengembangkan organisasi sesuai dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
5
c. Menetapkan rencana kerja tahunan;
d. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja tahunan;
e. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan
wewenang kepada Kongres;
f. Mengesahkan pembentukan dan pembubaran Pengurus Wilayah;
g. Mewakili PERHIPTANI di luar dan di dalam pengadilan;
h. Menjalin hubungan baik dengan instansi Pemerintah dan Swasta serta
organisasi profesi lainnya baik di dalam maupun di luar negeri;
i. Mengangkat Dewan Pembina, Dewan Etika, dan Dewan Pakar.
2. Untuk melaksanakan tugas Pengurus Pusat sehari-hari, Ketua Umum
PERHIPTANI dapat menetapkan Ketua Harian.
Pasal 12
Pengurus Wilayah
1. Pengurus Wilayah PERHlPTANI merupakan penyelenggara program
PERHIPTANI di wilayahnya dan bertanggung jawab kepada Konperensi
dengan tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Menyusun dan melaksanakan program kerja tahunan di wilayahnya
dengan berpedoman pada Keputusan Konperensi dan pengarahan
dari Pengurus Pusat;
b. Mengembangkan organisasi di wilayahnya sesuai dengan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga;
c. Menetapkan Anggaran Belanja tahunan untuk wilayahnya;
d. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rencana
kerja kepada Konperensi;
e. Menyampaikan laporan berkala kepada Pengurus Pusat sekurangkurangnya
1 (satu) kali dalam setahun;
f. Mengesahkan pembentukan dan pembubaran Pengurus Daerah di
wilayahnya;
g. Menjalin hubungan baik dengan Instansi Pemerintah dan Swasta serta
organisasi profesi lainnya, dan ;
h. Mengangkat Dewan Pembina, dan Dewan Pakar.
6
Pasal 13
Pengurus Daerah
1. Pengurus Daerah PERHIPTANI merupakan pelaksana program PERHIPTANI
di daerahnya dan bertanggung jawab kepada Musyawarah Daerah dengan
tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Menyusun dan melaksanakan program kerja tahunan di daerahnya
dengan berpedoman pada Keputusan Musyawarah Daerah dan
pengarahan dari Pengurus Wilayah;
b. Mengembangkan organisasi di daerahnya sesuai dengan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga;
c. Menetapkan Anggaran Belanja Tahunan untuk daerahnya;
d. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rencana
kerja kepada Musyawarah Daerah;
e. Menyampaikan laporan berkala kepada Pengurus Wilayah sekurangkurangnya
1 (satu) kali dalam setahun;
f. Mewakili Pengurus Daerah PERHIPTANI untuk hubungan ke luar dan
ke dalam di tingkat daerah.
Pasal 14
Pengurus Cabang
1. Pengurus Cabang PERHIPTANI merupakan pelaksana program
PERHIPTANI di daerahnya dan bertanggungjawab kepada Rapat Anggota
dan tunduk kepada kepemimpinan Pengurus Daerah, dengan tugas dan
wewenang sebagai berikut:
a. Menyusun dan melaksanakan program kerja tahunan di daerahnya
dengan berpedoman pada Keputusan Rapat Anggota dan pengarahan
dari Pengurus Daerah;
b. Mengembangkan organisasi di daerahnya sesuai dengan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga;
c. Menetapkan Anggaran Belanja tahunan untuk daerahnya;
d. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rencana
kerja kepada Rapat Anggota;
7
e. Menyampaikan laporan berkala kepada Pengurus Daerah sekurangkurangnya
1 (satu) kali dalam setahun;
f. Mewakili Pengurus Cabang PERHIPTANI untuk hubungan ke luar dan
ke dalam di tingkat Cabang, dan;
g. Memungut iuran anggota.
BAB VII
ALAT KELENGKAPAN
Pasal 15
Alat Kelengkapan PERHIPTANI
Alat kelengkapan PERHIPTANI terdiri atas:
1. Alat kelengkapan bidang organisasi:
1) Kongres/Kongres Luar Biasa di tingkat Nasional;
2) Konperensi/Konperensi Luar Biasa di tingkat Wilayah;
3) Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa di tingkat Daerah;
4) Rapat Anggota/Rapat Anggota Luar Biasa di tingkat cabang.
2. Forum Komunikasi antara organisasi profesi berupa seminar, simposium,
lokakarya, temu agribisnis, temu usaha, pertemuan lainnya;
3. Forum kaji-ilmiah/organisasi berupa penelitian dan pengembangan ilmu
penyuluhan pertanian dan organisasi.
Pasal 16
Kongres
1. Kongres merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi PERHIPTANI
yang diselenggarakan secara nasional oleh Pengurus Pusat yang dihadiri
oleh Pengurus Pusat dan Utusan Wilayah;
2. Kongres berwenang menetapkan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, Program Kerja, dan Alokasi Kekayaan Organisasi;
3. Kongres berwenang memilih Pengurus Pusat;
4. Kongres diadakan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali;
5. Kongres Luar Biasa dapat diselenggarakan sewaktu-waktu bila ada
permintaan dan persetujuan dari 2/3 Pengurus Wilayah.
8
Pasal 17
Konperensi
1. Konperensi diselenggarakan di tingkat Provinsi oleh Pengurus Wilayah yang
dihadiri oleh Pengurus Wilayah dan Utusan Daerah dan berwenang memilih
Pengurus Wilayah;
2. Konperensi berwenang menetapkan Rencana Kerja Provinsi;
3. Konperensi diadakan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali;
4. Konperensi Luar Biasa dapat diselenggarakan sewaktu-waktu bila ada
permintaan dan persetujuan dari 2/3 Pengurus Daerah.
Pasal 18
Musyawarah Daerah
1. Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh Pengurus Daerah yang dihadiri
oleh Pengurus Daerah dan Utusan Cabang di wilayah kerja Kabupaten/Kota
bersangkutan;
2. Musyawarah berwenang memilih Pengurus Daerah dan menetapkan
Rencana Kerja;
3. Musyawarah Daerah diadakan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali;
4. Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat diselenggarakan sewaktu-waktu bila
ada permintaan dan persetujuan dari 2/3 Pengurus Cabang.
Pasal 19
Rapat Anggota
1. Rapat Anggota diselenggarakan oleh Pengurus Cabang yang dihadiri oleh
anggota di wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan;
2. Rapat Anggota berwenang memilih Pengurus Cabang dan menetapkan
rencana kerja;
3. Rapat Anggota diadakan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali;
4. Rapat Anggota Luar Biasa dapat diselenggarakan sewaktu-waktu bila ada
permintaan dan persetujuan dari 2/3 anggota.
9
Pasal 20
Forum Komunikasi Profesi
1. Forum Komunikasi Profesi yang dimaksud pada pasal 15 ayat (2) adalah
wadah partisipasi aktif anggota PERHIPTANI di dalam berbagai kegiatan
pembangunan nasional;
2. Forum Komunikasi Profesi diselenggarakan sewaktu-waktu baik oleh
Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah maupun Pengurus
Cabang.
Pasal 21
Forum Kaji Ilmiah dan Organisasi
1. Forum Kaji Ilmiah dan Organisasi yang dimaksud pada pasal 15 ayat (3)
diselenggarakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan penyuluh,
khususnya penyuluhan pertanian dan pengembangan organisasi
PERHIPTANI di tingkat pusat, wilayah, daerah, maupun cabang;
2. Forum Kaji Ilmiah dan Organisasi dilakukan melalui berbagai kegiatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan organisasi terkait;
3. Forum Kaji Ilmiah dan Organisasi diselenggarakan sewaktu-waktu oleh
Pengurus Pusat, Wilayah, Daerah, maupun Cabang, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan ilmu penyuluhan dan organisasi.
BAB VIII
KEKAYAAN
Pasal 22
Kekayaan PERHIPTANI diperoleh dari:
1. Uang pangkal anggota;
2. Uang iuran anggota;
3. Usaha-usaha lain, bantuan/sumbangan yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 23
1. Kekayaan PERHIPTANI Pusat dapat dialihkan kepada pihak lain oleh
Pengurus Pusat. Pengalihan kekayaan tersebut harus dipertanggungjawabkan
oleh Pengurus Pusat kepada Kongres atau Kongres Luar Biasa;
10
2. Kekayaan PERHIPTANI Wilayah dapat dialihkan kepada pihak lain oleh
Pengurus Wilayah. Pengalihan kekayaan tersebut harus dipertanggungjawabkan
oleh Pengurus Wilayah kepada Konperensi atau Konperensi Luar
Biasa;
3. Kekayaan PERHIPTANI Daerah dapat dialihkan kepada pihak lain oleh
Pengurus Daerah. Pengalihan kekayaan tersebut harus dipertanggungjawabkan
oleh Pengurus Daerah kepada Musyawarah Daerah atau
Musyawarah Daerah Luar Biasa;
4. Kekayaan PERHIPTANI Cabang dapat dialihkan kepada pihak lain oleh
Pengurus Cabang. Pengalihan kekayaan tersebut harus dipertanggungjawabkan
oleh Pengurus Cabang kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota
Luar Biasa.
BAB IX
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 24
Perubahan Anggaran Dasar
Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan oleh Kongres/Kongres Luar
Biasa bila disetujui oleh 2/3 Utusan Wilayah dan Pengurus Pusat yang hadir.
Pasal 25
Pembubaran
1. Pembubaran PERHIPTANI hanya dapat dilakukan oleh Kongres atau
Kongres Luar Biasa yang diadakan dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
Utusan Wilayah dan Pengurus Pusat serta disetujui oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari Utusan Wilayah dan Pengurus Pusat yang hadir dalam Kongres atau
Kongres Luar Biasa tersebut;
2. Seluruh Kekayaan PERHIPTANI setelah dibubarkan diserahkan kepada pihak
lain yang ditetapkan dalam keputusan pembubarannya.
BAB X
ATURAN PERALIHAN
Pasal 26
Untuk pertama kali Pengurus Pusat PERHIPTANI dapat menetapkan serta
mengesahkan Pengurus Wilayah PERHlPTANI.
11
Pasal 27
Untuk pertama kali, sebelum Pengurus Wilayah hasil Konperensi terbentuk,
pengukuhan Pengurus Daerah PERHIPTANI dilakukan oleh Pengurus Harian
PERHIPTANI.
BAB XI
PENUTUP
Pasal 28
Lain-lain
1. Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini, akan
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat
yang tidak bertentangan dengan jiwa dari Anggaran Dasar;
2. Anggaran Dasar PERHIPTANI untuk pertama kali dirumuskan oleh peserta
Kongres Penyuluhan Pertanian pada tanggal 6 Juli 1987 di Subang, Jawa
Barat dan disempurnakan untuk pertama kali oleh Pengurus Pusat atas dasar
mandat yang diberikan oleh Kongres dan disempurnakan untuk kedua kalinya
oleh Kongres II PERHIPTANl di Yogyakarta pada tanggal 13-14 Juli 1991;
penyempurnaan ketiga oleh Kongres III PERHIPTANI di Mataram tanggal 15
Juli 1996; penyempurnaan untuk keempat kalinya oleh Kongres IV
PERHIPTANI di Tasikmalaya, Jawa Barat, 21-22 Oktober 2001; selanjutnya
disempurnakan untuk kelima kalinya oleh Kongres V PERHIPTANI di
Banyuasin, Sumatera Selatan, 8-9 Juli 2007, dan disempurnakan kembali
untuk keenam kalinya pada Rapat Kerja Nasional tanggal 1 Desember 2008
di Cibodas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Pasal 29
Anggaran Dasar dan semua penyempurnaannya ini mulai berlaku sejak
tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 1 Desember 2008
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
DPP PERHIPTANI, DPP PERHIPTANI,
ttd ttd
Ir. H. Mulyono Machmur, MS Dr. Ir. Adang Warya, MM
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERHIMPUNAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA
(Indonesian Agricultural Extensionist Association)
PERHIPTANI – IAEA
Jakarta, Desember 2008
1
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERHIMPUHAN PENYULUH PERTANIAN INDONESIA
(Indonesian Agricultural Extensionist Association)
PERHIPTANI – IAEA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Anggaran Rumah Tangga ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
Anggaran Dasar.
Pasal 2
Semua pengertian dan singkatan dalam Anggaran Dasar (A.D) berlaku pula
dalam Anggaran Rumah Tangga (A.R.T).
BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 3
Keanggotaan PERHIPTANI terdiri dari:
1. Anggota biasa, adalah Penyuluh Pertanian yang aktif dalam membina,
mengembangkan ilmu dan kegiatan penyuluhan pertanian;
2. Anggota luar biasa, adalah Warga Negara Indonesia yang berminat dan
berperan serta dalam penyuluhan pertanian;
3. Anggota kehormatan, adalah seseorang yang dipandang berjasa dalam
pengembangan ilmu dan kegiatan penyuluhan pertanian serta
pengembangan organisasi PERHIPTANI.
Pasal 4
1. Setiap Warga Negara Indonesia yang berniat untuk menjadi anggota
PERHIPTANI mengajukan surat permohonan menjadi anggota kepada
pengurus PERHIPTANI di tempat kedudukannya dengan mengisi formulir
pendaftaran yang telah disediakan;
2. Formulir pendaftaran anggota diserahkan kepada pengurus yang akan
menetapkan status keanggotaan pemohon di pusat, dan di wilayah yang
memenuhi syarat menjadi anggota biasa atau anggota luar biasa;
2
3. Dalam hal organisasi tingkat Cabang belum terbentuk, maka formulir
pendaftaran anggota diserahkan kepada Pengurus Daerah;
4. Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus Pusat PERHIPTANI dari calon
yang diajukan oleh Pengurus Cabang, Daerah, dan Wilayah serta disetujui
dan disahkan oleh Kongres;
5. Dengan mempertimbangkan kemampuan dan jasanya, anggota luar biasa
dapat dipilih menjadi pengurus perhiptani.
Pasal 5
1. Anggota biasa mempunyai hak:
a. Bicara dan hak suara pada Rapat Anggota sesuai dengan tata tertib
yang berlaku;
b. Memilih dan dipilih sebagai pengurus PERHIPTANI;
c. Menyampaikan pendapat dan atau saran baik lisan maupun tertulis
kepada pengurus;
d. Meminta penjelasan atas kebijaksanaan yang ditempuh pengurus
PERHIPTANI.
2. Anggota Luar Biasa dan Kehormatan mempunyai hak:
a. Memberikan saran dan pendapat pada Rapat Anggota sesuai dengan
tata tertib yang berlaku;
b. Menyampaikan pendapat dan atau saran baik lisan maupun tertulis
kepada pengurus melalui hierarkhi organisasi;
c. Mengembangkan diri dan mengamalkan pengetahuan dalam bidang
penyuluhan pertanian;
d. Mengikuti segala kegiatan dan pertemuan ilmiah PERHIPTANI;
e. Berhak dipilih sebagai pengurus akan tetapi tidak mempunyai hak
memilih pengurus.
3
Pasal 6
Anggota Biasa, Anggota Luar Biasa dan Anggota Kehormatan mempunyai
kewajiban untuk:
a. Menjunjung tinggi kehormatan negara dan bangsa Indonesia;
b. Menjaga nama dan martabat PERHIPTANI;
c. Melaksanakan maksud dan tujuan PERHIPTANI;
d. Menghayati dan mentaati falsafah dan etika penyuluhan pertanian, serta
mentaati semua peraturan-peraturan yang berlaku dalam PERHIPTANI;
e. Membayar uang pangkal dan iuran bulanan PERHIPTANI, kecuali anggota
kehormatan;
f. Menolong sesama anggota dalam meningkatkan keprofesian dan
kesejahteraan anggota;
g. Mentaati AD/ART dan semua peraturan yang berlaku dalam PERHIPTANI.
Pasal 7
1. Keanggotaan PERHIPTANI akan berakhir karena:
a. Permintaan sendiri;
b. Meninggal dunia;
c. Melanggar disiplin organisasi dan etika profesi;
d. Kena sangsi pidana atau berhalangan tetap;
e. Diberhentikan oleh Pengurus Pusat, Wilayah dan Daerah sesuai dengan
kedudukannnya. Untuk anggota biasa yang berkedudukan di Wilayah,
dan Daerah, diberhentikan setelah mendapatkan pertimbangan dari
Pengurus Pusat;
f. Pemberhentian bagi anggota luar biasa dan anggota kehormatan
diusulkan oleh Pengurus Pusat setelah disetujui dan ditetapkan oleh
Kongres.
2. Pemberhentian dimaksud pada ayat (1) butir 3 dan butir 4 di atas dilakukan
atas dasar adanya tindakan yang bertentangan dengan kode etika penyuluh
pertanian, disiplin organisasi dan atau merugikan nama baik PERHIPTANI
dari anggota yang bersangkutan.
4
BAB III
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 8
Pembentukan Cabang/Daerah/Wilayah
1. Cabang PERHIPTANI dapat didirikan di setiap Kecamatan bila sekurangkurangnya
ada 15 orang anggota/calon anggota yang berdomisili di daerah
tersebut;
2. Apabila pada suatu Kecamatan terdapat anggota/calon anggota kurang dari
15 orang, maka pembentukan cabang dapat bergabung dengan kecamatan
lain yang berdekatan;
3. Daerah PERHIPTANI dapat didirikan di setiap Kabupaten/Kota;
4. Wilayah PERHIPTANI dapat didirikan di setiap Provinsi, bila sekurangkurangnya
ada 2 Daerah PERHIPTANI yang aktif di daerah tersebut.
Pasal 9
Susunan Pengurus
Pengurus PERHIPTANI terdiri dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah,
Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang.
Pasal 10
Pengurus Pusat
1. Pengurus Pusat adalah penyelenggara dan penanggung jawab tertinggi
PERHIPTANI yang bertanggung jawab kepada Kongres;
2. Pengurus Pusat mewakili PERHIPTANI baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Dalam hal-hal tertentu, hal mewakili tersebut dapat dikuasakan
Pengurus Pusat kepada Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah, lembaga
maupun perorangan yang ditunjuk;
3. Pengurus Pusat PERHIPTANI terdiri dari: Ketua Umum, Beberapa Ketua,
Sekjen, Wakil Sekjen, Bendahara, Wakil Bendahara, Bidang-bidang, serta
beberapa orang anggota yang dipilih oleh Kongres;
4. Penambahan Anggota pengurus lainnya yang diperlukan dapat dilakukan
sewaktu-waktu oleh Ketua Umum setelah mendengar dan memperhatikan
pendapat dan pertimbangan Rapat Pengurus Pusat;
5. Untuk memperlancar pelaksanaan tugasnya Pengurus Pusat mengangkat
Dewan Pembina, Dewan Etika, dan Dewan Pakar;
5
6. Untuk memelihara kesinambungan aktivitas pengurus, Ketua Umum
Pengurus Pusat yang telah menyelesaikan tugasnya dapat diangkat menjadi
salah seorang Dewan Pembina, Dewan Etika, dan atau Dewan Pakar;
7. Masa kerja Pengurus Pusat adalah 5 tahun;
8. Dalam hal Ketua Umum meninggal dunia atau halangan tetap, sehingga tidak
dapat melaksanakan tugas jabatannya, maka salah satu dari Ketua dapat
menjabat sebagai Ketua Umum setelah mendapatkan persetujuan Rapat
Pengurus Pusat, sampai jabatan kepengurusannya berakhir.
Pasal 11
Pengurus Wilayah, Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang
1. Pengurus Wilayah disahkan dan dikukuhkan oleh Pengurus Pusat;
2. Pengurus Daerah disahkan dan dikukuhkan oleh Pengurus Wilayah, dan
dilaporkan ke Pengurus Pusat;
3. Pengurus Cabang disahkan dan dikukuhkan oleh Pengurus Daerah dan
dilaporkan ke Pengurus Wilayah;
4. Apabila Ketua berhalangan karena sesuatu hal, untuk sementara waktu tidak
dapat menjalankan tugas jabatannya, maka Wakil Ketua berkewajiban
melaksanakan tugas jabatan Ketua sampai Ketua siap untuk melaksanakan
tugasnya kembali;
5. Dalam hal Ketua meninggal dunia atau berhalangan tetap sehingga tidak
dapat melaksanakan tugas jabatannya, maka Wakil Ketua secara otomatis
menjabat sebagai Ketua sampai masa jabatan kepengurusannya berakhir.
Pasal 12
Penggantian dan Pemberhentian Pengurus
1. Ketua Umum untuk Pengurus Pusat, Ketua untuk Pengurus Wilayah,
Pengurus Daerah, Pengurus Cabang dapat mengangkat pengganti untuk
mengisi jabatan seseorang anggota pengurus yang berhenti, meninggal dunia
atau mengundurkan diri dalam masa jabatannya;
2. Pemberhentian anggota pengurus sebelum habis masa bakti baik karena
permintaan sendiri dari anggota pengurus yang bersangkutan maupun
berdasarkan alasan penting lainnya, tidak membebaskan
pertanggungjawaban anggota bersangkutan atas segala perbuatannya
selama memangku jabatan pengurus kepada Kongres, Konperensi,
Musyawarah Daerah, atau Rapat Anggota;
6
3. Penggantian dan pemberhentian anggota Pengurus Wilayah disahkan dan
dikukuhkan oleh Pengurus Pusat; Pengurus Wilayah; Pengurus Daerah; dan
Pengurus Cabang.
BAB IV
ALAT KELENGKAPAN ORGANISASI
Pasal 13
Kongres
1. Kongres merupakan pemegang kekuasaan tertinggi organisasi yang
pesertanya adalah Pengurus Pusat dan utusan wilayah;
2. Utusan Wilayah yang menghadiri kongres wajib membawa mandat tertulis
dari wilayah yang mewakilinya;
3. Kongres dipimpin oleh Pengurus Pusat dan sekurang-kurangnya dilakukan
lima tahun sekali. Penyelenggaraan kongres dianggap sah apabila dihadiri
oleh sebagian besar Pengurus Wilayah PERHIPTANI seluruh Indonesia.
Banyaknya peserta dan utusan dari masing-masing wilayah ditetapkan oleh
Pengurus Pusat;
4. Materi Kongres meliputi:
a. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b. Memilih Pengurus Pusat;
c. Program Kerja;
d. Lain-lain yang dianggap perlu.
5. Keputusan Kongres diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat, atau
dengan suara mayoritas peserta;
6. Apabila keputusan diambil dengan pemungutan suara mayoritas, maka
keputusan tentang hal-hal yang berhubungan dengan AD/ART dan mutasi
kekayaan organisasi harus didukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 peserta;
7. Biaya penyelenggaraan Kongres dipikul bersama oleh Pusat dan Wilayah,
dan ;
8. Kongres Luar Biasa dapat diadakan sewaktu-waktu atas permintaan dan
persetujuan tertulis dari sekurang-kurangnya 2/3 Pengurus Wilayah dan
dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 utusan Wilayah.
7
Pasal 14
Konperensi
1. Peserta Konperensi adalah Pengurus Wiayah dan utusan Daerah dalam
wilayahnya;
2. Utusan Daerah yang menghadiri Konperensi wajib membawa mandat tertulis
dari Daerah yang diwakilinya;
3. Konperensi diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah, diadakan sekurangkurangnya
sekali dalam 5 tahun. Konperensi dianggap sah apabila dihadiri
oleh 2/3 utusan daerah;
4. Materi Konperensi meliputi:
a. Kebijaksanaan dan Rencana Kerja Wilayah;
a. Memilih Pengurus Wilayah;
b. Lain-lain yang dianggap perlu.
5. Keputusan Konperensi diambil secara musyawarah atau dengan suara
mayoritas, atas dasar musyawarah dan mufakat;
6. Keputusan Konperensi dilaporkan kepada Pengurus Pusat;
7. Biaya penyelenggaraan Konperensi dipikul bersama oleh seluruh organisasi
PERHIPTANI yang ada di Wilayah dan Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15
Musyawarah Daerah
1. Peserta Musyawarah Daerah adalah Pengurus Daerah, Pengurus Cabang
dan utusan Cabang dari Daerah yang bersangkutan;
2. Musyawarah membicarakan hal-hal sebagai berikut:
a. Kebijaksanaan dan Rencana Kerja Daerah;
b. Memilih Pengurus Daerah;
c. Lain-lain yang dianggap perlu.
3. Musyawarah Daerah diadakan 5 tahun sekali dan dianggap sah apabila
dihadiri oleh 2/3 utusan Cabang. Apabila Musyawarah Daerah tidak mencapai
kuorum, maka Musyawarah Daerah berikutnya dengan acara yang sama
dengan Musyawarah Daerah yang batal tersebut sah tanpa memperhatikan
ketentuan kuorum;
4. Keputusan Musyawarah Daerah diambil atas dasar musyawarah dan mufakat
atau apabila tidak mungkin diambil dengan suara mayoritas;
5. Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat diadakan atas persetujuan dari
sekurang-kurangnya 2/3 pengurus cabang di daerahnya.
8
Pasal 16
Rapat Anggota
Peserta Rapat Anggota adalah Pengurus Cabang dan dihadiri oleh anggota
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.
Pasal 17
Rapat Pengurus
Rapat pengurus terdiri atas:
1. Rapat Pengurus Harian Pusat dihadiri oleh anggota pengurus harian;
2. Rapat Pengurus terbatas, dihadiri oleh Ketua, Sekretaris, Bendahara, serta
Koordinator Bidang yang berkepentingan;
3. Rapat Pengurus lengkap dihadiri oleh semua anggota pengurus;
4. Rapat Pengurus dianggap sah bila dihadiri sekurang-kurangnya oleh
mayoritas peserta yang diundang;
5. Keputusan Rapat Pengurus yang diambil secara musyawarah dan mufakat,
apabila tidak bisa mencapai mufakat bulat, maka keputusan diambil dengan
suara mayoritas.
BAB V
DEWAN PEMBINA, DEWAN ETIKA, DAN DEWAN PAKAR
Pasal 18
Jumlah Anggota Dewan Pembina, Dewan Etika, dan Dewan Pakar masing-masing
sekurang-kurangnya 3 orang dan sebanyak-banyaknya 7 orang.
Pasal 19
Anggota Dewan Pembina, Dewan Etika, dan Dewan Pakar diangkat dan
diberhentikan oleh Ketua Umum PERHIPTANI atas dasar Keputusan Rapat
Pengurus Pusat PERHIPTANI.
9
BAB VI
KEKAYAAN
Pasal 20
1. Kekayaan PERHIPTANI bersumber dari uang pangkal anggota dan iuran
anggota yang besarnya ditetapkan oleh Pengurus Pusat melalui Kongres;
Pengurus Wilayah dengan persetujuan Konperensi, Pengurus Daerah dengan
persetujuan Musyawarah Daerah dan Pengurus Cabang dengan persetujuan
Rapat Anggota dapat menetapkan tambahan iuran yang ditetapkan oleh
Pengurus Pusat di atas;
2. Keuangan yang terkumpul dari iuran anggota diperuntukkan bagi kegiatan
organisasi pada tingkat Cabang sebesar 50%, Daerah sebesar 25%, tingkat
Wilayah 15%, dan tingkat Pusat 10%;
3. Sesuai dengan perkembangan kegiatan organisasi, Pengurus PERHlPTANI
pada masing-masing tingkat dapat melaksanakan kegiatan usaha untuk
menopang keperluan organisasi sesuai dengan rencana kerja yang
ditetapkan Kongres, Konperensi, Musyawarah Daerah, dan Rapat Anggota;
4. Kekayaan/keuangan organisasi PERHlPTANI harus dikelola secara tertib,
aman, berdaya guna dan berhasil guna dan dipertanggungjawabkan kepada
Kongres, Konperensi, Musyawarah Daerah, dan Rapat Anggota.
Pasal 21
Pelepasan hak/kekayaan PERHlPTANI Pusat, Wilayah, Daerah, dan Cabang
kepada pihak lain dilakukan oleh Pengurus Pusat dengan persetujuan Kongres,
Pengurus Wilayah dengan persetujuan Konperensi, Pengurus Daerah dengan
persetujuan Musyawarah Daerah, dan Pegurus Cabang oleh Rapat Anggota.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 22
Perubahan Anggaran Rumah Tangga
Perubahan Anggaran Rumah Tangga dilakukan oleh Kongres.
Pasal 23
Ketentuan-ketentuan yang belum tercantum dalam Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga diatur tersendiri secara khusus oleh Pengurus Pusat PERHIPTANI.
10
Pasal 24
Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 1 Desember 2008
Ketua Umum Sekretaris Jenderal
DPP PERHIPTANI, DPP PERHIPTANI,
ttd ttd
Ir. H. Mulyono Machmur, MS Dr. Ir. Adang Warya, MM

0 comments

 
cbox

close