DAFTAR ISI ARTIKEL

NASIB PENYULUH

I.    PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang
Ada suasana sangat berbeda yang kita rasakan sejak reformasi ini digulirkan di tahun 1998. Cerita, berita tentang pertanian hampir tidak pernah tertayangkan di media massa elektonik maupun cetak. Perlombaan ketrampilan dan pengetahuan “kelompencapir” yang secara rutin ditayangkan TVRI, sekarang tidak pernah lagi ada. Sekarang, berita lebih banyak tentang perilaku selebritis yang jauh dari yang disebut panutan moral, atau berita tentang konflik horizontal dan vertical yang menjadikan kita miris menatap masa depan bangsa.
Tentu saja sulit bagi kita untuk menetapkan apakah kondisi pemberitaan media massa tentang pertanian tersebut merupakan indikasi kemunduran atau kemajuan di bidang pertanian. Namun beberapa indikator pragmatis seperti terjadinya rawan pangan di beberapa daerah dan buah-buahan impor yang membanjiri pasar lokal sudah cukup bagi kita untuk menilai bagaimana kondisi pertanian dalam negeri kita.
Jarangnya pemberitaan kiprah penyuluhan dan penyuluh  pertanian  menjadikannya misteri sehingga kita tidak banyak mengetahui apa dan bagaimana penyuluhan pertanian melakukan proses pelibatan petani dalam pengambilan keputusan  strategi usahatani. Sementara revitalisasi pertanian yang pernah dicanangkan SBY semakin lama semakin meredup gaungnya. Kalaupun ada gaungnya masih pada tataran seminar dan workshop yang entah kapan hasilnya menetes ketataran implementasi di tingkat petani.
Tampaknya perkembangan penyuluhan pertanian saat ini sudah sangat berbeda dengan suasana penyuluhan jaman dulu. Penyuluhan pertanian tidak lagi didominasi oleh penyuluh yang disediakan pemerintah seperti Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), tetapi juga Penyuluh Pertanian Swasta yang disebar secara agresif oleh perusahaan produsen sarana produksi. Malah peran PPL sudah pada tahap diambil alih oleh Penyuluh Swasta ini yang dikenal dikalangannya sebagai “Agronomis”. Walaupun ada nuansa bisnis dalam melakukan tugasnya, penyuluh swasta ini memberikan konstribusi yang sangat besar pada penerapan teknologi bagi para petani.
Penyuluh Pertanian Swasta ini dianggap lebih professional dalam melaksanakan tugasnya karena dibebani target yang terukur dan jelas dan apabila tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik akan tergeser dengan sendirinya oleh penyulluh lainnya yang dianggap lebih professional.
Tentu saja kehadiran penyuluh pertanian swasta yang dinilai lebih professional  mengharuskan pemerintah memberikan perhatian yang khusus terhadap penyuluhan pertanian, yang berstatus PNS karena penyuluhan pertanian merupakan salah satu kegiatan yang strategis dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan pertanian. Perhatian khusus ini tentu saja bukan sekedar meningkatkan insentif dan peningkatan pendidikan tetapi juga memberikan target kinerja yang jelas dan terukur seperti halnya Penyuluh Swasta yang disebar oleh perusahaan sarana produksi.
Kegiatan penyuluhan pertanian saat ini merosot sampai titik terendah selama 30 tahun terakhir. kalangan penyuluh sekarang mengalami masa-masa sulit. Faktor pendukung seperti fasilitas operasional, insentif, dan sejenisnya tak lagi memadainya, sedangkan kelembagaan penyuluhan pertanian sangat membingungkan.
Karier dan masa depan penyuluh pertanian menjadi tidak jelas. Itu mencapai puncaknya dalam tahun terakhir, yakni saat daerah-daerah menerima otonomi Daerah/Khusus dari Pemerintah Pusat. Di lain sisi, tanggapan petani terhadap penyuluhan juga menurun. Apalagi saat petani tak lagi diharuskan mengikuti program-program pemerintah, dan diperbolehkan memutuskan sendiri komoditas yang akan diusahakan. Kebijakan itulah yang dia nilai memperberat masalah para penyuluh. Sebab mereka pun harus menyiapkan bimbingan tentang berbagai komoditas.
Repotnya lagi telah terjadi kesalahan persepsi bahwa penyuluhan pertanian sering dianggap sebagai usaha untuk meningkatkan produksi, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Kesalahan itu semestinya dikoreksi agar tidak merugikan semua pihak.
Yang patut dipertanyakan, apakah fungsi penyuluhan pertanian masih tetap ada? Kalau ada, dapatkah itu berfungsi lebih baik dari masa-masa sebelumnya.
Ada beberapa faktor mengapa Penyuluhan tidak berfungsi efektif dalam proses pemberdayaan masyarakat petani selama ini diantaranya :
Pertama, secara kuantitatif tenaga penyuluh pertanian, juga perikanan dan kehutanan kita tidak memadai dilihat dari perspektif luasnya geografis areal pertanian di negeri ini. Betapa tidak, dari 73 ribu desa, hanya ada 55 ribu tenaga penyuluh. Dari jumlah ini, 24.755 penyuluh adalah tenaga kontrak. Sedangkan 30.245 lainnya tenaga penyuluh dari unsur PNS.
Kedua, secara kualitatif, dari total 55 ribu tenaga penyuluh itu tidak sedikit yang tidak memiliki pengetahuan memadai terkait dengan agenda penting di sektor pertanian. Artinya, banyak penyuluh yang pengetahuannya tidak lebih baik dari para petani itu sendiri. Sehingga, yang terjadi di lapangan mereka justru belajar dari para petani. Sementara hasil pantauan di lapangan menemukan fakta banyaknya para penyuluh yang malas turun ke lapangan, terutama para penyuluh dari unsur PNS. Faktor dibalik itu, barangkali mereka berpikir bahwa bekerja atau tidak bekerja hasilnya sama, pasti nerima gaji setiap bulan. Dengan demikian, maka praktis yang selama ini berfungsi efektif dalam proses penyuluhan itu (dengan segala keterbatasannya) adalah para penyuluh tenaga kontrak.
                  Mengingat banyaknya perubahan di lingkungan pertanian terutama dalam bidang penyuluhan, ada beberapa pendapat agar ada paradigma baru dalam penyuluhan pertanian. Bukan untuk mengubah prinsip-prinsip penyuluhan, melainkan agar mampu merespons tantangan yang muncul dari situasi baru.
b.      Tujuan
Tujuan dari Pembuatan makalah ini adalah
1.      Agar Mahasiswa mampu mengetahui Pembelajaran Etika Penyluh Pertanian
2.      Agar Mahasiswa mampu Untuk meningkatkan pengetahuan serta merubah peradigma penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya
3.      Sebagai bahan motivator untuk meningkatkan Pengetahuan, sikap dan keterampilan penyuluh Pertanian.

II.    PARADIGMA BARU PENYULUH PERTANIAN


Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K).  telah didapatkan bagaimana seharusnya sikap, pengetahuan dan keterampilan seorang penyuluh, hal inilah sebagai pedoman Paradigma Baru seorang penyuluh Pertanian.
Dengan memperhatikan perubahan-perubahan petani saat ini, seperti perubahan system nilai, penguasaan informasi, teknologi dan pengalamannya berinteraksi dengan berbagai pihak baik pengalamannya yang positif maupun negatif,
Salah satu contoh  perobahan paradigma baru bisa kita ambil perilaku kerja seorang berfrofesi dokter tepat sebagai model perilaku kerja penyuluh pertanian dalam mengembangkan profesinya. Dokter sebagai Pegawai yang mengabdi pada pemerintah sama halnya dengan seorang penyuluh PNS. setiap hari, jam kerjanya diisi dengan aktivitas, merawat dan mendengarkan keluhan dari pasien dll. Pada sore hari membuka praktek untuk menerapkan ilmu yang telah dikuasainya. Melalui praktek, pengetahuan dan pengalamannya akan bertambah, sehingga tingkat kepercayaan dirinya meningkat dalam berhadapan dengan berbagai karakteristik pelanggannya.
Model perilaku kerja tersebut di atas, sangat implementatif dalam kegiatan penyuluhan pertanian, sehingga kegiatan penyuluhan pertanian menjadi efektif. Seorang penyuluh pertanian seharusnya bergelut dengan dunia praktik pertanian. Sebagai contoh kalau seorang penyuluh pertanian, ingin memfasilitasi petani belajar tentang padi, seharusnya yang bersangkutan berpengalaman dalam menanam padi. Berdasarkan pengalaman menanam padi, yang bersangkutan mendalami pengetahuan tentang padi baik dari aspek budi daya, sosial, ekonomi.
Salah satu prinsip yang dipegang untuk mempercepat proses adopsi suatu teknologi adalah “Seeing is believing” yang maknanya dengan melihat akan percaya. Dalam kegiatan penyuluhan pertanian prinsip ini hanya diterapkan dalam bentuk petani melihat percobaan, demplot dll.
Prinsip “Seeing is believing” dapat juga diterapkan untuk membangun, mengembangkan tingkat kepercayaan petani terhadap penyuluh pertanian. Kepercayaan petani merupakan modal utama bagi penyuluh pertanian dalam melaksanakan profesinya. Sering disini diterjemahkan petani melihat dan tahu apa yang dikerjakan penyuluh tentang usaha tani yang akan dikembangkan. Kalau petani tahu dan mengetahui bahwa seorang penyuluh berpengalaman dalam mengembangkan salah satu cabang usaha tani, maka petani akan semakin yakin bahwa penyuluh tersebut sebagai tempat belajar yang tepat tentang cabang usaha tani tersebut. Disamping meningkatkan rasa percaya diri penyuluh bersangkutan.
Namun dalam hal ini juga seorang penyuluh pertanian harus berpegang teguh pada filsafah Dahama dan Bhatnagar (Mardikanto, 1993) mengartikan falsafah sebagai landasan pemikiran yang bersumber kepada kebijakan moral tentang segala sesuatu yang akan dan harus diterapkan di dalam praktek.
”Sebelum mengajar orang lain, kita harus mengajar diri sendiri” ( Ketut Puspadi)
Margono Selamet Mengatakan ada sembilan prinsip penyuluhan beserta konsekuensinya dalam paradigma baru.
1.       Penyuluh Pertanian  harus s iap untuk memberi Jasa informasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha tani. Hal itu menyangkut teknologi baru budidaya, sarana produksi, permintaan pasar, harga , cuaca, dan ancaman hama. Konsekuensinya, penyuluh pertanian harus mempu menyiapkan, menyajikan, dan menyediakan segala informasi yang dibutuhkan petani.
2.      Lokalitas, penyululuh Pertanian harus Bisa melakukan pemusatan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya. Ekosistem daerah harus dikuasi secara terperinci, ciri-ciri lahan dan iklim, teknologi yang dianjurkan, dan semacamnya. Agar dapat memenuhi prinsip itu, konsekuensinya keberadaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) harus lebih diperluas, yaitu ke daerah dalam bentuk stasiun-stasiun percobaan dan penelitian.
3.      Penyuluh Pertanian harus bias menguasai dunia Usaha yang  berorientasi di bidang agribisnis.
4.      Pemberian Materi penyuluhan disampaikan ke petani melalui pendekatan kelompok sehingga terjadi interaksi antarpetani. Forum seperti itu bisa meningkatkan pemberdayaan dan kemandirian.
5.      Penyuluhan Pertanian haruslah terfokus pada kepentingan petani.
6.      Penyuluh Pertanian mampu melakukan  pendekatan dengan humanistik-egaliter, yaitu petani didudukkan sejajar dengan penyuluh.
7.      Melaksanakan penyuluhan harus dilakukan secara profesional.
8.      Prinsip penyuluhan dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan yang
9.      Penyuluhan itu dapat memuaskan petani.
Dalam hal untuk mengembalikan kepercayaan petani terhadap penyuluh pertanian maka paradigma-paradigma ditas harus berani diterapkan oleh penyluh pertanian Pada tahap awal, tak perlu semua prinsis dilakukan secara simultan. Namun itu bisa dimulai dengan tataran mana dulu yang bisa dikembangkan.
Dari suatu segi dalam merubah  paradigma penyuluhan pertanian demi untuk mengembalikan lagi kepercayaan petani maka penyuluh pertanian hendaknya berpegang teguh pada pilsafah pertanian    yaitu :
Pertama, Be­lajar dengan mengerjakan sendiri adalah efektif; apa yang dikerjakan atau dialami sendiri akan berkesan dan melekat pada diri petani atau nelayan dan menjadi kebiasaan baru.
Kedua, Belajar melalui pemecahan masalah yang dihadapi ada­lah praktis; kebiasaan mencari kemung­kinan-kemungkinan yang lebih baik dan menjadikan petani seseorang yang ber­prakarsa dan berswadaya.
Ketiga, Ber­peranan dalam kegiatan-kegiatan  menimbulkan  kepercayaan akan kemam­puan diri sendiri, program pertanian untuk petani atau nelayan dan oleh  pe­tani atau nelayan akan menimbulkan partisipasi  masyarakat tani atau nelayan yang wajar. (Paulian :1987)
Hal tersebut diatas harus juga tidak terlepas dari :
1.      Membenahi sikap Penyuluh Pertanian dari tanggung jawab terhadap jabatannya
2.      Penyuluh Pertanian sebagai Fasilitator petani dan pemberi Informasi
3.      Seorang Penyuluh Pertanian harus Mampu meningkatkan ketermpilannya dalam pengusaan Ilmu Pengetahuan dan  teknologi


III. KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Dari hal diatas maka untuk mendapatkan kembali kepercayaan Petani terhadap terhadap Penyuluh Pertanian dapat disimpulkan :

1.      Penyuluh Pertanian  PNS harus mampu merubah paradigma  berpikir bahwa bekerja atau tidak bekerja hasilnya sama, pasti nerima gaji setiap bulan. Karena penyuluh Pertanian mempunyai tanggung jawab moral yang besar terhadap petani/Masyrakat

2.      Penyuluh Pertanian  harus siap untuk memberi Jasa informasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha tani, melakukan pemusatan perhatian pada kebutuhan pertanian dan petani di daerah kerjanya, menguasai dunia Usaha yang  berorientasi di bidang agribisnis, Pemberian Materi penyuluhan disampaikan ke petani melalui pendekatan kelompok sehingga terjadi interaksi antarpetani, melakukan  pendekatan dengan humanistik-egaliter, yaitu petani didudukkan sejajar dengan penyuluh. Melaksanakan penyuluhan secara professional, dapat dipertanggungjawabkan, dan memuaskan petani.

3.      Paradigma Baru Penyuluh Pertanian juga harus berpegang kepada aspek seperti : Membenahi sikap Penyuluh Pertanian, sebagai Fasilitator  dan pemberi Informasi, serta Seorang Penyuluh Pertanian harus Mampu meningkatkan ketermpilannya dalam pengusaan Ilmu Pengetahuan dan  teknologi

B.     Saran
1.      Disarankan Kepada Penyuluh Pertanian PNS untuk bisa merubah pola pikir walaupun tidak bekerja tetap mendapatkan gaji
2.      Disarankan kepada Penyluh Pertanian PNS agar dapat meningkatkan pengetahuannya dalam menggali informasi untuk dapat disalurkan kepda Petani.
3.      Dan Penyuluh Pertanian disarankan untuk bisa membenahi tanggung jawab terhadap jabatannya ataupun tanggung jawaab moril terhadap petani.

PARADIGMA BARU PENYULUHAN PERTANIAN

         Perubahan konteks dan konten pembangunan pertanian akan mengakibatkan perubahan sasaran penyuluhan pertanian.

        Dulu sasaran penyuluhan pertanian adalah hanya petani, sekarang sasaran penyuluhan pertanian adalah pelaku agribisnis yang berada di 5 sub sistem agribisnis, yaitu :  pengusaha hulu, pengusaha tani,  pengusaha hilir,  pedagang, dan  penyedia jasa penunjang.

        Pengusaha hulu misalnya produsen pupuk, produsen bibit/benih, produsen pestisida, produsen alat dan mesin pertanian. Pengusaha tani terdiri dari petani tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, dan peternak.
        Pengusaha hilir adalah pengusaha yang bergerak di bidang pengolahan hasil (agroindustri), misalnya pembuat bahan pengepakan (keranjang, kotak kayu, kotak kardus), pembuat lahan labeling , pengusaha processing dan pengolahan hasil, pengusaha yang melakukan sortasi dan grading hasil.
        Pedagang terdiri dari : pedagang hulu dan pedagang hilir. Pedagang hulu misalnya : pedagang pupuk, pedagang bibit/benih, pedagang pestisida, pedagang alat dan mesin pertanian, kios dan toko sarana produksi. Pedagang hilir terdiri dari pedagang produk primer dan produk olahan mulai dari pedagang pengumpul, pedagang perantara, grosir, pengecer, yang mereka lakukan di lokasi agribisnis, teminal agribisnis, lapak-lapak pinggir jalan, warung, toko, dan pasar.
         Penyedia jasa penunjang misalnya usaha perkreditan, perbankan, transportasi, dan pergudangan.

           Dulu petani adalah objek pembangunan pertanian, atau beneficieries yaitu pihak yang diharapkan dapat menikmati hasil pembangunan pertanian. Sedangkan aparat termasuk penyuluh pertanian adalah pelaksana atau subjek pembangunan pertanian. Sekarang sebaliknya yaitu petani, pengusaha, dan pedagang pertanian diharapkan dapat menjadi aktor (subjek) dalam pembangunan agribisnis, sedangkan aparat termasuk penyuluh pertanian adalah pelayan (fasilitator) dalam pembangunan agribisnis.

           Dulu penyuluh pertanian menghadapi petani produsen tetapi sekarang menghadapi petani pengusaha yang memiliki budaya yang berlainan dengan petani produsen. Sebagai konsekwensi dari pengertian “agribisnis sebagai cara pandang baru pertanian sebagai suatu bisnis” akan menuntut perubahan budaya petani produsen menjadi petani pengusaha yang meliputi: (1) budaya disiplin; (2) budaya teliti (precision); (3) budaya menghargai waktu; (4) budaya untuk melihat kedepan tidak fatalistic; (5) budaya untuk selalu melihat kemungkinan;  (6) budaya efisien; dan (7) budaya tepat janji.

Tujuan Penyuluhan Pertanian
          Perubahan konteks dan konten pembangunan pertanian akan mengakibatkan perubahan tujuan penyuluhan pertanian. Dulu penyuluhan pertanian bertujuan untuk mengubah perilaku petani agar dapat bertani lebih baik (better farming), berusaha tani lebih menguntungkan (better business), hidup lebih baik (better community). Sekarang tujuan penyuluhan pertanian adalah menghasilkan manusia pembelajar, manusia penemu ilmu dan teknologi, manusia pengusaha agribisnis yang unggul, manusia pemimpin di masyarakatnya, manusia “guru” dari petani lain, yang bersifat mandiri dan interdependensi.

          Sifat mandiri meliputi kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian pembinaan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kemandirian material artinya mereka akan memiliki kapasitas untuk memanfaatkan secara optimal potensi sumber daya alam yang mereka miliki sendiri tanpa harus menunggu bantuan orang lain atau tergantung dari luar.
Kemandirian intelektual artinya mereka akan memiliki kapasitas untuk mengkritisi dan mengemukakan pendapat tanpa dibayangi rasa takut atau tekanan dari pihak lain.
Kemandirian pembinaan artinya mereka akan memiliki kapasitas untuk mengembangkan dirinya sendiri melalui proses pembelajaran tanpa harus bergantung atau menunggu sampai adanya “pembina” atau “agen pembaharu” dari luar sebagai guru mereka. Proses pembelajaran yang dilakukan adalah “discovery learning”
Sebagai manusia yang interdependensi artinya dalam melaksanakan kegiatannya selalu terdapat saling ketergantungan dengan manusia lain di dalam masyarakat sebagai suatu sistem social. Sifat interdependensi akan tercapai setelah menjadi manusia mandiri yang siap hidup di dalam suatu sistem social (masyarakat tani).

Citra Penyuluhan Pertanian

          Sebagai konsekuensi dari perubahan konteks dan konten pembangunan pertanian, maka penyuluhan dalam pengembangan sistem  dan usaha agribisnis harus mampu mengubah citra “petani, pengusaha, dan pedagang pertanian sebagai alat produksi” menjadi “petani, pengusaha dan pedagang pertanian sebagai manusia”, atau “petani, pengusaha, dan pedagang pertanian sebagai objek” menjadi “petani, pengusaha, dan pedagang pertanian sebagai subjek” dalam pembangunan pertanian. Dengan demikian citra penyuluhan sebagai proses transfer teknologi harus diubah menjadi proses pemberdayaan dan pembelajaran.

         Penyuluhan pertanian bukanlah proses transfer teknologi, tetapi proses pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat.

         Penyuluhan bukanlah transfer teknologi yang dilakukan dengan mengajar petani, pengusaha, dan pedagang pertanian atau menjembatani gap antara petani, pengusaha, dan pedagang pertanian yang mengalami lack of technology dengan penelitian yang notabene dianggap sebagai sumber teknologi baru (inovasi), dan menempatkan petani, pengusaha, dan pedagang pertanian sebagai “murid” dan penyuluh sebagai “guru” di mana kedudukan petani, pengusaha, dan pedagang pertanian sangat dependen terhadap penyuluh.

         Penyuluhan adalah proses pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dengan cara melibatkan petani, pengusaha, dan pedagang pertanian untuk melakukan discovery learning agar mendapatkan ilmu dan teknologi yang mereka butuhkan untuk dapat keluar dari masalahnya secara mandiri dan interdependensi. Proses penemuan ilmu dan teknologi adalah proses pembelajaran. Sedangkan proses untuk dapat keluar dari masalah secara mandiri dan interdependensi adalah proses pemberdayaan.

Belajar Dalam Situasi Kehidupan Nyata

         Usaha agribisnis dan alam disekitarnya adalah “buku” yang harus mereka baca dan “perpustakaan” yang kaya.
Dalam kegiatan penyuluhan, petani, pengusaha, dan pedagang pertanian diharapkan mampu mengorganisir dirinya untuk belajar dalam situasi kehidupan yang nyata. Penyuluh hanya memberikan lingkungan agar terjadinya suasana belajar. Seperti dikatakan oleh Einstein : “Saya tidak pernah mengajar murid saya. Saya hanya memberikan lingkungan agar murid saya dapat belajar”.

         Melalui proses pembelajaran “dialogis” seperti yang diajarkan oleh Socrates 3000 tahun yang lalu maka dikembangkanlah “discovery learning” dalam situasi kehidupan yang nyata. Petani, pengusaha, dan pedagang pertanian mengalami sendiri melalui interaksi dengan usaha agribisnis dan alam sekitarnya. Petani, pengusaha, dan pedagang pertanian mengemukakan hasil pengalamannya melalui interaksi dengan rekan-rekannya. Petani, pengusaha dan pedagang pertanian berfikir untuk mengolah hasil pengalaman bersama dan menarik kesimpulan bersama untuk menemukan science yang baru, dan akhirnya mereka menerapkannya dalam lingkungan usaha agribisnisnya masing-masing sesuai dengan problemnya masing-masing, disamping mengajarkannya kepada petani, pengusaha, dan pedagang pertanian lainnya atau mempertukarkan pengalamannya melalui berbagai forum yang mereka ciptakan (create) sendiri.
Dengan demikian akan terjadi Agriculture Knowledge Information System (AKIS) di dalam kehidupan masyarakat mereka yaitu masyarakat petani, pengusaha, dan pedagang pertanian pembelajar.
 
cbox

close