Pendahuluan.
Kebutuhan akan pentingnya mengetahui
dan memahami tentang dinamika kelompok atau proses-proses interaksi yang
terjadi di dalam kelompok semakin hari semakin meningkat. Sebagai mahluk
sosial, manusia memang tidak mungkin hidup sendiri tanpa ada orang lain
bersamanya, apakah itu dalam keluarga, dalam kehidupan bermasyarakat, di kantor
dan sebagainya. Dari hari pertama dilahirkan, kita sudah merupakan bagian dari
kelompok yang dikenal sebagai keluarga; kita tidak mungkin dapat bertahan hidup
pada menit-menit pertama, minggu-minggu pertama malahan pada tahun-tahun
pertama setelah kelahiran tanpa bantuan dari kelompok (keluarga). Dan melalui
keluarga ini pula kita mulai belajar bagaimana harus bersosialisasi, yang mana
nantinya merupakan dasar dari pola tingkah laku dan pola berpikir serta
mendidik kita agar mempunyai perspektif tertentu terhadap diri sendiri dan
dunia luar/lingkungan. Selanjutnya, hari demi hari kita lalui bersama kelompok,
dari satu kelompok ke kelompok yang lain, baik formal maupun informal. Dan
dalam kelompok-kelompok ini interaksi kita dengan orang lain dalam kelompok
tidak dapat terhindarkan. Dari berbagai studi tentang perilaku dan kepribadian
menunjukkan bahwa bentuk perlakuan yang diterima seseorang dalam kelompoknya
mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam menentukan identitas kepribadian
seseorang.
Dari keterangan diatas, dapat kita
lihat bahwa kehidupan dalam kelompok sangatlah dinamis. Semakin efektif suatu
kelompok, semakin baik pula kualitas kehidupan anggota-anggotanya. Yang penting
diperhatikan agar kelompok tersebut tetap efektif adalah pengetahuan yang cukup
tentang dinamika atau proses-proses yang terjadi serta kemampuan kita untuk
berperilaku secara efektif dalam kelompok. Kedua hal penting ini dapat kita
pelajari melalui pemahaman tentang dinamika kelompok.
Dinamika kelompok sebenarnya adalah
bagian dari ilmu pengetahuan sosial yang lebih menekankan perhatiannya pada
interaksi manusia dalam kelompok yang kecil. Pada berbagai referensi, istilah
dinamika kelompok ini disebut juga dengan proses-proses kelompok (group
processes). Jelas dari terminologi ini bahwa pengertian dari dinamika kelompok
ataupun proses kelompok ini menggambarkan semua hal atau proses yang terjadi
dalam kelompok akibat adanya interaksi individu-individu yang ada dalam kelompok
itu.
Studi mengenai interaksi antar individu dalam kelompok
oleh para ahli psikologi telah dimulai sejak awal tahun 1900-an. Kemudian oleh
Kurt Lewin, seorang ahli psikologi kelahiran Polandia mulai dikembangkan lebih
dalam mengenai dinamika kelompok ini. Beliau menekankan bahwa untuk mempelajari
dan memahami tentang dinamika kelompok adalah dengan cara menerapkannya
(learning by doing).
Fritz Heider, seorang ahli psikologi
lain, dalam Teori Keseimbangan-nya (Balanced Theory) yang membahas mengenai
hubungan-hubungan antar pribadi menerangkan bahwa individu-individu sebagai
bagian dari struktur sosial cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain.
Dan menurutnya, salah satu cara bagaimana suatu kelompok dapat berhubungan
adalah dengan menjalin komunikasi secara terbuka.
Dewasa ini, upaya peningkatan kerja
tim merupakan alternatif utama dalam meningkatkan efisiensi, efektifitas serta
produktifitas suatu organisasi.
©2004 Digitized by USU digital library 1
Berbagai
pelatihan dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan pengembangan kerja tim.
Teknik pembentukan kelompok.
Secara definitif, kelompok adalah dua orang atau
lebih yang mempunyai tujuan yang sama, saling berinteraksi, saling adanya
ketergantungan dalam mencapai tujuan bersama, adanya rasa kebersamaan dan
memiliki, mempunyai norma-norma dan nilai-nilai tertentu. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa sejak dari awal kehidupannya, manusia telah membentuk kelompok
yang kemudian menjadi dasar bagi kehidupan keluarga, perlindungan,
pemerintahan, kerja dan lain-lain.
Secara umum ada 3 (tiga) hal yang menunjukkan
efektif atau tidaknya suatu kelompok, yaitu kemampuan kelompok tersebut dalam
mencapai tujuannya seoptimal mungkin, kemampuan kelompok dalam mempertahankan
kelompoknya agar tetap serasi, selaras dan seimbang dan yang ketiga adalah
kemampuan kelompok untuk berkembang dan berubah sehingga dapat terus
meningkatkan kinerjanya. Kelompok yang berhasil akan mempunyai kualitas dan
pola interaksi antar anggota yang terintegrasi dengan ketiga kegiatan ini.
Tentu dalam hal ini, diharapkan anggota kelompok benar-benar memahami apa yang
dimaksud dengan kelompok yang efektif dan kontribusi apa yang perlu diberikan
agar kelompoknya dapat menjadi kelompok yang efektif.
Ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan
dalam upaya pembentukan kelompok/tim, yaitu :
1. Adanya ketergantungan yang sifatnya positif (positive
interdependency).
2. Keandalan individu (individual accountability).
3. lnteraksi langsung (face-to-face interaction).
4. Ketrampilan kerjasama (collaborative skills).
5. Proses kelompok (group processing).
Ketergantungan positif (positive interdependency).
Yang dimaksud dengan ketergantungan positif
adalah suatu keadaan dimana setiap orang dalam kelompok saling membutuhkan dan
merasa bahwa berhasil atau tidaknya suatu pekerjaan merupakan hasil bersama dan
tanggung jawab bersama. Ketergantungan positif dapat dilihat dari persepsi
positif terhadap setiap anggota kelompok. Selain itu semua anggota selalu
berusaha agar keuntungan atau keberhasilan yang diperoleh dapat dinikmati oleh
seluruh anggota kelompok. Kelompok yang mempunyai ketergantungan positif yang
tinggi akan mempunyai keterikatan atau kohesi antar anggota yang tinggi pula.
Beberapa kondisi yang membantu pewujudan dari
ketergantungan positif ini antara lain adalah :
Adanya tujuan yang ingin dicapai bersama dan
pencapaian tujuan ini benar-benar
membutuhkan kerjasama yang tinggi.
Adanya imbalan (reward) yang sama bagi
setiap anggota kelompok. Dalam hal ini semua mendapat perlakuan yang sama tanpa
ada pengecualian.
Adanya peran dan tanggung jawab yang komplimenter
dan saling berhubungan.
Adanya ketergantungan tugas, dimana pekerjaan
satu kelompok baru dapat dikerjakan bila kelompok lain telah menyelesaikan
bagiannya.
Adanya ketergantungan informasi, dimana setiap
anggota kelompok hanya mempunyai sebagian dari informasi yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Contohnya, tim ahli dalam suatu proyek.
Keandalan individu (individual accountability).
Keandalan individu dapat dilihat dari
penampilan/performance seseorang. Dalam upaya pembentukan tim hal ini sangat
penting guna mengetahui:
©2004 Digitized by USU digital library 2
kemampuan masing-masing anggota, sehingga dapat
diidentifikasi yang mana perlu peningkatan.
sejauh mana kontribusi yang telah diberikan oleh
seseorang pada kelompok, apakah kontribusi tersebut sudah sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan padanya.
Pengenalan terhadap kemampuan dan kontribusi
anggota kelompok ini sangat penting karena :
memungkinkan setiap orang dalam kelompok
mengetahui kontribusi masing-masing dalam kelompok.
memungkinkan saling tolong menolong dalam
menyelesaikan tugas-tugas kelompok.
dapat lebih memperjelas fungsi dan tanggung jawab
masing-masing anggota kelompok.
Walaupun kerja kelompok/tim ini sangat diperlukan
dalam rangka pencapaian tujuan atau keberhasilan, namun bila tidak dikendalikan
secara benar akan menimbulkan suatu kondisi sebaliknya. Keadaan ini disebut
dengan "social loafing", yaitu suatu keadaan dimana kualitas
kerja tim lebih rendah bila dibandingkan dengan kerja individu, sehingga hasil
yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi yang dapat
menimbulkan keadaan ini antara lain karena kurang jelasnya identifikasi
kontribusi dari setiap orang, kurangnya keterikatan/kohesi diantara anggota
kelompok, kurangnya tanggung jawab terhadap hasil akhir dari tugas yang
diberikan. Apabila semua faktor-faktor ini cukup jelas dimana semua orang
mengerti akan tugas masing-masing, menyadari akan tanggung jawab masing-masing
terhadap hasil akhir serta adanya keterikatan kelompok yang cukup erat maka
kemungkinan terjadinya keadaan social loafing dapat dihindari,
setidak-tidaknya dikurangi.
lnteraksi langsung (face-to-face interaction)
lnteraksi secara langsung merupakan salah satu
faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam mengupayakan pengembangan
kelompok/tim yang efektif. Dengan adanya interaksi langsung atau face-to-face
interaction ini maka iklim kerja akan menjadi lebih baik dan sebagai dampaknya
akan meningkatkan produktifitas, moral an efektifitas kerja kelompok karena
komunikasi antar kelompok lebih terbuka. Agar interaksi langsung ini dapat
terwujud maka dianjurkan jumlah anggota dalam kelompok tidak terlalu besar
Ketrampilan kerjasama (collaborative skills).
Kelompok tidak akan mungkin dapat berfungsi
secara efektif tanpa mempunyai ketrampilan untuk bekerja sama. Ketrampilan
kerjasama ini perlu dimiliki oleh anggota kelompok. Mengapa? Karena banyak
orang tidak menyadari bahwa sebenarnya dalam melaksanakan tugasnya, individu
tersebut merupakan bagian dari kelompok/tim. Berbagai studi mengenai pentingnya
kerjasama dalam kelompok menunjukkan bahwa dengan mengumpulkan orang yang tidak
mempunyai ketrampilan untuk bekerja sama walaupun mereka ini mungkin cukup ahli
dalam bidangnya ternyata dalam menyelesaikan tugas kelompoknya banyak menemui
kesulitan.
Proses kelompok (group processing).
Proses kelompok juga merupakan hal yang penting
diketahui dalam usaha pencapaian hasil kerja kelompok yang optimal. Ada
beberapa keuntungan yang diperoleh dengan mempelajari proses-proses yang
terjadi dalam kelompok, antara lain dapat diketahui sudah sejauh mana kelompok
ini berfungsi, alternatif-alternatif strategi yang dapat diambil dalam upaya
perbaikan kerja kelompok.
©2004 Digitized by USU digital library 3
Konflik dalam kelompok.
Sepanjang individu berinteraksi dengan individu
lain, konflik tidak mungkin terhindarkan. Konflik dapat terjadi dalam
menentukan suatu tujuan atau dalam menentukan metode yang akan diambil untuk
mencapai tujuan. Misalnya, suatu kelompok yang terdiri dari 6 (enam) orang
diberi uang Rp. 10.000.000,- yang harus dihabiskan dalam waktu 2 (dua) minggu.
Dua orang dari kelompok ingin untuk menyumbangkan semua uang tersebut pada
sebuah panti asuhan, dua orang lainnya ingin agar uang tersebut dipakai untuk
berlibur, sementara dua orang lagi menginginkan uang tersebut digunakan untuk
membantu keluarganya meneruskan sekolah. Apa yang terjadi dalam kelompok ini?
Jelas, kelompok ini berada dalam keadaan konflik, dimana mereka harus membuat
keputusan yaitu "bagaimana uang tersebut digunakan" sementara anggota
kelompok mempunyai keinginan yang berbeda-beda.
Konflik dapat terjadi bila perhatian utama
anggota kelompok diarahkan pada diri sendiri. Dalam hal ini perspektif mereka
menjadi sempit dan orientasi mereka hanya pada jangka waktu pendek saja. Oleh
Sherif dan sherif (1953) dikatakan bahwa konflik ini dapat diatasi bila anggota
kelompok mati memperluas persepsi mereka agar lebih diarahkan pada apa yang
disebutnya sebagai "tujuan super ordinat". Tujuan super ordinat
adalah tujuan yang sangat penting bagi semua orang dalam kelompok, tetapi tidak
dapat dicapai hanya dengan bekerja sendiri. Dengan perkataan lain, kebutuhan
kelompok akan terpenuhi selama semua orang yang terlibat dalam kelompok
tersebut ikut bekerja.
Secara umum, faktor-faktor yang dapat merupakan
sumber konflik antara lain adalah :
perbedaan-perbedaan keinginan, nilai, tujuan
adanya keterbatasan akan sumber tertentu seperti
kekuasaan, kedudukan, waktu, popularitas, uang dan lain-lain
persaingan (rivalry)
Konflik tidak selamanya memberikan dampak yang
jelek pada kelompok ataupun organisasi. Di dalam organisasi yang sehat justru
konflik dianjurkan, hal ini sering dikenal dengan istilah kontroversi. Berbagai
studi dalam bidang ilmu perilaku oranisasi yang menunjukkan bahwa adu
argumentasi, ketidaksetujuan, debat, ide-ide atau informasi yang bermacam-macam
ternyata sangat penting dalam meningkatkan kreatifitas dan kualitas kelompok.
Keuntungan yang diperoleh dengan adanya konflik antara lain adalah anggota
kelompok akan lebih terstimulasi atau terangsang untuk berpikir atau berbuat
sehingga mengakibatkan kelompok menjadi lebih dinamis dan berkembang karena
setiap orang mempunyai kesempatan untuk menuangkan ide-ide atau buah pikirannya
secara lebih terbuka. Namun, untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam artian
produktif konstruktif, konflik harus dikendalikan secara positif.
Kerugian yang ditimbulkan oleh konflik biasanya
disebabkan karena konflik tersebut biarkan berjalan dalam waktu yang lama dan
berkepanjangan atau dibiarkan menjadi semakin meruncing tanpa ada penyelesaian.
Tentu hal ini dapat merusak iklim kerja dan pada akhirnya akan berpengaruh pada
kinerja kelompok.
Pada dasarnya konflik yang terjadi dapat
dikategorikan dalam dua bentuk yaitu konflik antar individu (interpersonal
conflict) dan konflik antar kelompok (intergroup onflict). Diantara kedua
bentuk ini, konflik antar individu merupakan permasalahan yang cukup serius
karena keadaan ini dapat mempengaruhi emosi individu secara mendalam dan bila
keadaan ini tidak dikendalikan secara tepat maka cepat atau lambat dapat
merusak iklim kerja baik dalam kelompok maupun organisasi.
Bila seseorang berada dalam keadaan konflik ada
dua hal yang mempengaruhi cara yang ditempuh untuk mengatasinya yaitu 1)
memperhatikan tujuan personal dan 2) keinginan untuk tetap mempertahankan
hubungan baik dengan anggota kelompok. Dengan mempertimbangkan kedua aspek ini,
dalam penyelesaian konflik dikenal beberapa kemungkinan strategi yang ditempuh
seperti menghindar dari konflik (avoiding),
melunakkan suasana (smoothing), memaksa dengan menggunakan kekuasaan (forcing)
dan konfrontasi (confrontation). Tergantung dan strategi atau
pendekatan yang dilakukan kemungkinan hasil dan penyelesaian konflik dapat
berupa kalah-kalah (Jose-lose), kalah-menang (lose-win)/menang-kalah (win-lose)
dan menang-menang (win-win). Tentu dan kemungkinan-kemungkinan ini yang paling
ideal adalah penyelesaian yang dapat menghasilkan kondisi "menang-menang
(win-win)".
Strategi dan hasil yang mungkin dapat diperoleh
dalam mengatasi konflik dapat kita lihat sebagai berikut :
Strategi yang dipilih: Kemungkinan hasil yang diperoleh:
- menghindari persoalan (avoiding) - kalah-kalah (lose-lose)
- melunakkan suasana (smoothing) - kalah-menang (lose-win)
- menggunakan kekerasan (forcing) - menang-kalah (win-lose)
- konfrontasi (controntation) - menang-menang (win-win)
Walaupun kesemua cara atau strategi ini cukup
efektif, namun yang paling ideal adalah pendekatan dengan cara konfrontasi.
Alasannya adalah karena dengan strategi konfrontasi semua persoalan yang diduga
menjadi penyebab timbulnya konflik akan terungkap sehingga kedua belah pihak
akan dapat melihat kembali dan mempelajari secara matang dan untuk selanjutnya
diambil penyelesaian yang matang dan rasionil. Berbagai studi mengenai
manajemen konflik menunjukkan bahwa penyelesaian konflik melalui pendekatan
konfrontasi memberi kepuasan bagi kedua belah pihak dan dirasa cukup
konstruktif.
Secara umum, berbagai prosedur dapat dilalui
dalam upaya menyelesaikan konflik antara lain secara hukum, penggunaan pihak
ketiga, dengan kekerasan, serta negosiasi atau perundingan. Dan kesemua
prosedur ini yang efektif adalah melalui negosiasi atau perundingan. Negosiasi
sebenarnya merupakan suatu proses penyelesaian dengan cara mendapatkan suatu
kesepakatan.
Dalam negosiasi ada beberapa langkah-langkah yang
perlu diperhatikan agar hasil yang diperoleh cukup konstruktif, antara lain
sebagai berikut:
Langkah 1 : Pencairan.
Pada langkah ini kedua belah pihak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan persepsi masing-masing terhadap persoalan dengan
tujuan mendapatkan klarifikasi dan mencari upaya-upaya yang tepat kearah
pemecahan permasalahan. Ada beberapa hal yang dapat membantu agar langkah awal
ini menjadi lebih efektif, yaitu :
pilihlah waktu yang tepat untuk memulai negosiasi
ungkapkan permasalahan secara objektif, jangan
menyinggung pribadi secara psikologis
pahami pandangan lawan secara objektif
Langkah 2 : Kejelasan/ketegasan permasalahan secara bersama-sama.
Kejelasan akan permasalahan yang menyebabkan
timbulnya konflik sebaiknya dibicarakan secara bersama-sama. Hal ini penting
untuk menyamakan persepsi tentang permasalahan tersebut. Beberapa hal yang
penting diperhatikan disini adalah:
jangan menghina atau mencela pribadi, tapi
ungkapkanlah tindakan yang dilakukan secara objektif dan jelas
perlu ditekankan bahwa permasalahan yang timbul
akibat terjadinya konflik tersebut merupakan masalah bersama yang perlu
dipecahkan bersama demi perbaikan mutu kerja
perlu ketegasan tentang pokok permasalahan
Langkah 3 : Kejelasan posisi dan perasaan.
Selama proses negosiasi, penempatan isu yang
dibicarakan serta perasaan terhadap isu tersebut mungkin saja berubah. Oleh
karena itu agar negosiasi dapat berhasil puan untuk mengungkapkan permasalahan
secara benar dan kemampuan mendengar sangat dibutuhkan. Konflik akan sulit
diatasi bila negosiator tidak mengalami duduk persoalan yang menjadi isu dalam
konflik tersebut. Hanya dengan mengetahui dan memahami apa yang menjadi
perbedaan-perbedaan antara kedua pihak sehingga timbul konflik maka
penyelesaian yang konstruktif dapat dicapai. Oleh karena itu penting diketahui
bagaimana persepsi atau tanggapan pihak terhadap isu yang menimbulkan konflik
tersebut.
Langkah 4 : Mencari tema bersama.
Berbagai studi menunjukkan bahwa konflik dapat
diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat bila dalam upaya penyelesaian
konflik tersebut lebih ditekankan pada pencarian tujuan-tujuan yang bersifat
koperatif yang menyangkut kedua belah pihak. Disamping itu, upaya ini
mengurangi kemungkinan reaksi defensif dari pihak lawan, meningkatkan
pengertian terhadap kedua belah pihak dan mengurangi perasaan kalah-menang
dalam negosiasi.
Langkah 5 : Belajar empati.
Negosiasi sukar untuk berhasil bila kita hanya
melihat permasalahan dari perspektif sepihak saja. Pengetahuan tentang
bagaimana pihak lawan melihat permasalahan dan bagaimana persepsi lawan
terhadap isu yang timbul sangat dibutuhkan agar penyelesaian konflik dapat
dilakukan secara efektif dan konstruktif. Belajar melihat permasalahan dari
kacamata dan belajar berdiri pada sepatu orang lain merupakan hal yang penting
dalam menentukan keberhasilan negosiasi.
Langkah 6 : Koordinasi motivasi untuk penyelesaian permasalahan.
Keinginan untuk menyelesaikan konflik seringkali
berbeda diantara kedua belah pihak yang berselisih. Walaupun satu pihak ingin
berdamai, belum tentu pihak lain mempunyai keinginan yang sama pula. Disinilah
letak kemampuan negosiator untuk dapat mengkoordinasikan motivasi dan keinginan
kedua belah pihak sehingga masing-masing pihak merasakan akan pentingnya
penyelesaian konflik ini demi kebaikan semua pihak. Agar motivasi untuk
berdamai ini timbul, penting sekali diungkapkan kepada kedua belah pihak
kerugian-kerugiaan yang ditimbulkan akibat terjadinya perselisihan ini.
Langkah 7 : Pencapaian kesepakatan.
Konflik sudah dapat dikatakan "selesai"
bila sudah ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Pada tahap ini kedua belah
pihak telah menerima apa yang telah diputuskan secara bersama sebagai suatu
penyelesaian dan secara terbuka telah menyatakan keikatan mereka untuk
melaksanakannya.
Secara singkat, dapat dikatakan dalam upaya
penyelesaian konflik secara konstruktif dibutuhkan keterbukaan, kejujuran dan
keobjektifan dalam melihat permasalahan. Selain itu perlu dipahami bagaimana
persepsi dan perasaan masing-masing pihak dalam melihat permasalahan tersebut.
Menggerakkan kelompok.
Menggerakkan kelompok pada dasarnya merupakan
suatu tugas yang cukup kompleks. Banyak kita lihat kelompok-kelompok masyarakat
yang partisipasinya cukup tinggi pada awalnya, tetapi lama kelamaan menjadi
menurun pada akhirnya hilang sama sekali. Jelas bahwa dasar dari partisipasi
ini adalah adanya motivasi atau dorongan untuk melakukan tindakan tersebut.
Dorongan atau motivasi ini akan timbul bila kelompok telah menyadari akan
perlunya melakukan tindakan tersebut.
©2004 Digitized by USU digital library 6
Hoffer (1974)
mengemukakan bahwa ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan dalam upaya
meningkatkan partisipasi masyarakat:
1. Tahap inisiasi atau tahap pendahuluan. Pada tahap ini kelompok
masyarakat turut merencanakan dan memberikan ide-ide yang mendukung suatu
perubahan kearah perbaikan.
2. Tahap legitimasi atau tahap pengesahan. Apa yang disarankan oleh
kelompok masyarakat disyahkan agar dapat dilaksanakan.
3. Tahap implementasi atau tahap pelaksanaan. Perencanaan yang telah
disyahkan mulai dilaksanakan.
Motivasi atau dorongan kelompok untuk melakukan
sesuatu kegiatan melalui pendekatan diatas akan menjadi lebih besar karena
sejak dari awal mereka sudah diikutsertakan. Keikutsertaan kelompok mulai dari
fase perencanaan sampai pada fase pelaksanaan meningkatkan rasa tanggungjawab
dan rasa memiliki dari anggota kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa klarifikasi
terhadap sasaran atau tujuan sangat penting dalam memotivasi kelompok.
Faktor lain yang penting dalam upaya menggerakkan
kelompok adalah dengan menciptakan keterikatan kelompok (group cohesion). Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan guna meningkatkan keterikatan dalam
kelompok antara lain pembinaan sama yang baik, keberhasilan memenuhi keinginan
dari anggota kelompok, aga keterbukaan dan tingkat kepercayaan sesama anggota
kelompok tetap tinggi. Selain itu upaya menggerakkan kelompok tidak terlepas
dari kemampuan kepemimpinan seseorang. Dari berbagai studi dalam bidang bidang
manajemen menujukkan bahwa keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung dan
tingkat efektifitas pemimpinnya. Semakin efektif pemimpinnya semakin tinggi
pula tingkat keberhasilan kelompok itu. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin
yang mampu memotivasi anggota kelompoknya agar dapat mencapai sasaran atau
tujuan yang diharapkan, termasuk kemampuannya dalam meningkatkan kerja tim yang
baik. Kepustakaan :
Kepustakaan
Adair,J., Effective Team Building, Pan Books, 1987.
Davis & Newstrom, Human Behavior at Work: Organizational Behavior,
McGraw-Hill, 1989.
Goldberg, A.A., Carl E. Larson, Kelompok Komunikasi: Proses-proses
diskusi dan penerapannya (penterjemah : Koesddarini S, Gary R. Yusuf), Edisi I,
Cetakan I, Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, 1985.
Johnson & Johnson, Joining Together: Group Theory and Group
Skills, Third edition, Prentice Hall. 1987.
Luft, J., Group Processes: An Introduction to Grouup Dynamics, Third
edition, Mayfield Publishing.
Maddux, R.B., Pengembangan Tim: Latihan dalam Kepemimpinan, (alih
bahasa: Budi), Binarupa Aksara, 1991.
Pareek, Udai., Perilaku Organisasi : Pedoman Ke Arah Pemahaman Proses
Komunikasi Antar Pribadi dan Motivasi Kerja, Seri Manajemen No. 98, PT Midas
Surya Grafindo, 1984.
Shaw, Group Dynamics, The Psychology of Small Group Behavior,
McGraw-Hill, 1971.
©2004
Digitized by USU digital library 7
0 comments
Post a Comment