PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatkan produksi pertanian suatu negara adalah suatu tugas yang
kompleks, kerena banyaknya kondisi yang berbeda yang harus dibina atau diubah
oleh orang ataupun kelompok yang berbeda pula. Seperti halnya permasalahan
pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi permintaan atas kebutuhan
pangan meningkat pesat, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan produksi
hasil pertanian yang mampu untuk memenuhi permintaan kebutuhan akan bahan
pangan.
Namun hal itu juga mendorong para petani untuk mencoba menanam
jenis-jenis tanman baru, dan dengan bantuan para insinyur dan para peniliti
untuk mengembangkan varietas tanaman tersebut dengan menemukan teknik
penggunaan pupuk, mengatur kelembapan tanah yang lebih maju serta meggunakan teknologi
pertanian yang lebih maju untuk mengembangkan pembangunan pertanian ke arah
yang lebih baik sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan dari jumlah
masyrakat yang terus meningkat.
Pada dasarnya pembangunan pertanian di Indonesia sudah berjalan sejak
masyarakat Indonesia mengenal cara bercocok tanam, namun perkembangan tersebut
berjalan secara lambat. Pertanian awalnya hanya bersifat primitif dengan cara
kerja yang lebih sederhana. Seiring berjalannya waktu, lama kelamaan pertanian
berkembang menjadi lebih modern untuk mempermudah para petani mengolah hasil
pertanian dan mendapatkan hasil terbaik dan banyak.
Dengan demikian pembangunan pertanian mulai berkembang dari masa ke
masa. Dalam proses pembangunan pertanian tersebut, bantuan para ahli di bidang
pertanian dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendukung dan memberi
fasilitas maupun pegetahuan kepada para petani untuk memberi metode baru kepada
para petani dan mengubah cara berpikir mereka menjadi lebih kompleks sehingga
mampu untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negeri ini.
Hal
inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk mengupas tentang pembangunan
pertanian yang telah bergulir beberapa era di Indonesia, untuk mencari tahu apa
saja pembangunan pertanian yang terjadi di negri ini sejak Indonesi mulai
meneguk kebebasan dari kemerdekaan hingga Indonesia mulai mencoba untuk bangkit
membangun kemajuan negri ini di era reformasi saat ini.
B. Tujuan
Adapun tujuan mengupas masalah tentang Pembangunan Pertanian di
Indonesia adalah untuk membuka wawasan tentang pembangunan pertanian di
Indonesia dan betapa pentingnya pembangunan pertanian yang akan memiliki dampak
yang besar bagi kehidupan mayarakat dan pertumbuhan perekonomian Indonesia
nantinya.
C. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa perbedaan pola pertanian di era orde baru
dan reformasi?
2.
Apa saja kebijakan-kebijakan yang sudah
dilakukan oleh pemerintah era orde baru dan reformasi dalam pembangunan
pertanian?
3.
Apa saja kelebihan dan kekurangan sistem
pertanian dari masa ke masa?
PEMBAHASAN
A. Perbedaan Pola Pertanian di Era Orde Baru
dan Reformasi Pertanian
Perbedaan Pola Pertanian di Era Orde Baru dan Reformasi Pertanian mulai
timbul pada saat manusia mulai mengendalikan pertumbuhan tanaman dan hewan,
dengan mengaturnya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan keuntungan. Pada
awalnya pertanian masih bersifat primitif dengan hanya mengharapkan kondisi
alam sebagai faktor pendukung. Namun seiring berkembangnya zaman, pertanian
menjadi lebih berkembang ke arah modernisasi.
Pada pertnian yang berazaskan modern, manusia akan mempergunakan
kecerdasan otaknya untuk meningkatkan penguasaannya akan semua faktor yang akan
mendukung pertumbuhan dari tanaman dan hewan. Semakin berjalannya waktu sistem
pola pertanian dari masa ke masa pun akan terus berkembang menjadi lebih baik
untuk menghasilkan hasil pertnian yang lebih baik pula. Seperti era orde bru
dan reformasi. Tentunya pada perubahan era pemerintahan, sistem pola pertanian
di Indoneia juga akan berubah.
Pada masa orde baru pembangunan pertanian diorientasikan kepada
pemenuhan kebutuhan pangan dalam negri, dan sistem agribisnis dikembangkan
secara simultan dan harmonis. Pada masa orde baru untuk teknik pertanian biasa
dilakukan di tanah datar sehingga teknik ini disebut bertegal ( cara bertani di
tanah kering). Setelah itu di bersihkan dan kemudian di tanami oleh tanaman
penghasi bahan pangan. Jika pada zaman dahulu pertanian hanya dilakukan secara
sederhana hanya dengan mengharapkan dan berpangku tangan pada kondisi alam
namun di era orde baru hal tersebut telah berkembang menjadi lebih kompleks
dengan pengetahuan petani tentang masalah pemupukan yang akan mendukung hasil
dari produksi pertanian tersebut yang akan meningkat.
Selain itu juga diterapkan teknologi yang lebih modern untuk kemajuan
pertanian seperti pemberantasan hama pembibitan maupun sistem irigasi yang
mulai berkembang untuk mempermudah para petani mengairi sawahnya. Bahkan sawah
juga selain dugunakan untuk menanam padi, juga dapat digunakan untuk menanam
tanaman hortikultura.
Tidak hanya berhenti pada lahan datar yang digunakan
untuk lahan pertanian, lahan gambut pun mulai digunakan menjadi lahan pertanian
bagi para petani sebagai areal persawahan, selain itu juga dikembangkn sitem
reboisasi dan terassering sebagi bagian dari teknologi modern pada masa orde
baru.
Di
era reformasi, dewasa ini tentunya sistem pola pembangunan pertanian di
Indonesia semakin berkembang dibanding era orde baru. Para petani melanjutakan
pembangunan era orde baru yang menggunakan pembasmi hama, teknik pembibitan
yang lebih ditingkatkn sehinnga padi dapat menghasilkan panen yang lebih banyak
dan lebih meningkat pada kualitas hasil produksi.
Selain itu pola memanen yang dulunya dilakukan secara sendiri kini sudah
menggunakan mesin untuk mempercepat proses memanen dan lahan dapat segera
ditanami kembali. Dan semakin berkembangnya teknologi pertanian di Indonesia,
lahan-lahan yang sulit digunakan untuk ditanami pun mulai dibuka menjadi areal
tanam bagi tanaman yang memberikan penghasilan bagi devisa negara, seperti
halnya penanaman di lahan yang tergenang maupun lahan yang tidak rata ataupun
berbukit.
Namun pada dasarnya
penggunaan pembasmi hama dan pembibitan untuk mencari bibit unggul serta lahan
yang tidak biasa dibuka untuk lahan pertanian biasanya akan menimbulkan
permasalahan yang akan menyulitkan bagi pertumbuhan tanaman tersebut
B. Kebijakan-Kebijakan yang Sudah Dilakukan
Oleh Pemerintah Era Orde Baru dan Reformasi dalam Pembangunan Pertanian
1. Kebijakan Pertanian di Era Orde Baru
a. REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
REPELITA adalah Rencana
Pembangunan Lima Tahun yang menjadi kebijakan dari Presiden Soeharto pada masa
Orde Barru untuk meningkatkan pembangunan Indonesia dari segi apa saja, tetapi
lebih diutamakan pada pembangunan sektor pertanian.
REPELITA sendiri terdiri dari berberapa tahap yang
kesemuanya difokuskan untuk membangun sistem pertanian Indonesia dengan turut
memajukan sektor lain yang juga mendukung pembangunan sektor pertanian seperti
sektor industri dan teknologi.
b. Revolusi Hijau
Revolisi Hijau merupakan upaya
untuk meningkatkan produksi biji-bijian dari hasi penemuan ilmiahberupa benih
unggul baru dari beragam varietas gandum, padi dan jagung yang membuat hasi
panen komoditas tersebut meningkat di negara-negara berkembang.
Revolusi Hijau dipicu dari
pertambahan penduduk yang pesat, yakni bagaimana mengupayakan peningkatan hasil
produksi pertanian. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan
peningkata produksi pertanian. Perkembangan Revolusi Hijau yang sangat pesat
juga berpengaruh pada masyarakat Indonesia. Sebagian besar kondisi
sosial-ekonomi mayarakat Indonesia berciri agraris. Oleh karena itu pembangunan
pertanian menjadi sektor yang sangat penting dalam upaya peningkatan
pertumbuhan ekonmi Indonesia. Hal tersebut didasari oleh:
-
Kebutuhan penduduk yang meningkat dengan pesat
-
Tingkat produksi pertanian yang masih sangat
rendah
-
Produksi pertanian belum mampu memenuhi seluruh
kebutuhan penduduk.
c. Pembangunan Irigasi dan Produksi Padi
Mengenai perkembangan luas lahan
dan luas produksi padi yang dihasilkan, terlihat bahwa sejak masa Orde Baru
memegang pemerintahan (1966) sampai dengan tahun 1987 luas lahan irigasi
melonjak hampir 2 kali lipat dengan laju sebesar 2,4% per tahun. Luas kenaikan maksimum
dicapai pada tahun 1987. tendensi ini diikuti dengan melonjaknya jumlah
produktifitas padi. Pada tahun 1987 produksi padi meningkat hingga 44 juta ton,
naik 3 kali lipat sejak tahun 1966. Tingkat produksi yang dicapai ini diperoleh
dengan naiknya intensitas tanam hingga mencapai rata-rata 1,8. Mengenai
kenaikan produksi persatuan luas, tercatat naik dari 2,4 ton/ha menjadi 4,5
ton/ha. Nilai ini bila diplotkan ke dalam sejarah evolusi padi di negara-negara
berkembang dengan Jepang sebagai perbandingan, telah berada di fase keempat
bersama-sama dengan Taiwan. Walaupun demikian masih lebih rendah Korea dan
Jepang yang telah mencapai 6-7 ton/ha, tetapi jauh lebih tinggi dari Philipina,
Laos, Myanmar maupun Vietnam.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa lahan irigasi
memberikan peranan yang besar dalam mencapai swasembada pangan. Kira-kira
60-70% padi diproduksi dari lahan beririgasi. Walaupun demikian, bila melihat
perkembangn penduduk, untuk terus mempertahankan swasembada pangan masih perlu
banyak inovasibaru. Perhitungan secara sederhana mengenai luas lahan beririgasi
terus meningkat seirama dengan pertambahan penduduk. Padahal kalau melihat
besarnya derajad irigasi seperti telah diuraikan di atas, peluang mengembangkan
lahan irigasi secara horizontal, terutama di pulau-pulau yang termasuk dalam
grup pertama, nampaknya semakin sempit. Yang menjadi persoalannya adalah
bagaimana menyeimbangkan antar penyediaan sumberdaya air dari alam dengan
kebutuhan air khususnya untuk memproduksi bahan pangan yang semakin menigkat
itu tetapi tanpa merusak kondisi hidrologinya sendiri.
d. BIMAS, INMAS, INSUS dan Panca Usaha
Pertanian
Dalam rangka meningkatkan produk pertanian, pemerintah
Orde Baru melaksanakn program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang
dimulai sejak Pelita I dan Pelita-Pelita berikutnya. Pada waktu itu
dilaksanakan program Bimbingan Masal (BIMAS) yang kemudian berubah menjadi
Intensifikasi Masal (INMAS), Intensifikasi Khusus (INSUS) dan Panca Usaha
Pertanian. Dalam usaha meningkatkan produksi pertanian padi, dilakukan
penanaman bibit unggul, sepertu Varietas Unggul Baru (VUB) atau High Yealding
Varietas (HYV) sebagai hasil penelitian International Rice Research Institute
(IRRI).
2. Kebijakan Pertanian di Era Reformasi
a. SRI (System of Rice Intensification)
Perkembangan pdi SRI (System of
Rice Intensification) yang terkenal dengan motonya “More Rice with Less Water”
atau hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang sedikit, sampai saat ini
masih mengalami kendala teknis dan non teknis di tingkat lapangan. Dengan
melihat keistimewaan sistem ini, terutama dari segi produktifitas dan efisiensi
pengairan ( yang identik dengan perluasan areal irigasi), beberapa perbaikan
sistem harus dilakukan agar pengembangannya dapat dilaksanakan seluas-luasnya.
Berikut adalah beberapa
keistimewaan sistem SRI bagi pengembangan budidaya padi sawah:
SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit,
yaitu 5-10 kg per-hektar yang berbanding 40-60 kg padi per-hektar pada sistem
konvensional.
-
Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti
secara signifikan meningkat dengan B/C rato (perbandingan nilai hasil terhadap
biaya) yang lebih baik dibanding sistem konvesional. Hal ini jelas akan
meningkatkan pendaptan petani.
-
Sistem pengairan yang intermitten / terputus
sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro bagi
tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah, baik fisik, kimia
maupun biologi. Hal ini dapat dipercepat apabila pemupukannya menggunakan pupuk
organik. Beberapa artikel penelitian membuktikan bahwa kandungan mikro
organisme pada tanah yang ditanami padi SRI mengalami peningkatan kualitas.
Tentu saja harus diperhatikan pula proses pengembalian serasah padi pada tanah
asalnya.
-
Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding
dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan
demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi.
Dengan demikian SRI sangat
menunjang program ekstensifikasi areal irigasi yang merupakan sumber utama
ketahanan pangan (terutama beras). Sampai saat ini, areal irigasi yang ada
masih banyak yang belum mampu mengairi padi 100% pada musim tanam kedua
(kemarau).
Namun demikian, ternyata pengembangan SRI di banyak
areal irigasi masih menghadapi beberapa kendala yang cukup mengganggu, yaitu:
-
Metode penanaman dengan bibit muda dan hanya
satu bibit pertitik tanam dianggap masih merepotkan bagi petani. Hal ini
terutama dialami pada daerah-daerah yang kekurangan buruh tani. Biasanya daerah
seperti ini adalah daerah yang berada tidak jauh dari perkotaan karena banyak
buruh tani yang bekerja sambilan di kota sebagai tukang atau buruh industri,
atau juga di daerah yang terpencil dimana jumlah penduduk masih kurang. Selain
itu, banyak pula daerah yang buruh taninya merupakan pendatang musiman yang
belum familier dengan SRI sehingga hasil tanamnya kurang baik. Hal ini tentunya
membutuhkan pembinaan yang lebih cermat.
-
Petani yang baru pertama kali melaksanakan SRI
banyak yang mengeluhkan pertumbuhan gulma yang jauh lebih banyak dibanding
dengan sistem konvensional. Hal ini dapat dimengerti karena pengeringan akan
mendorong benih gulma tumbuh dengan leluasa (pada jenis gulma yang berkembang
melalui biji atau umbi). Oleh karena itu pengembangan SRI perlu disertai dengan
pembinaan pengendalian gulma yang baik (pada pelaksanaan demplot SRI sangat
disarankan utuk menggunakan lalandak dalam mengendalikan gulma).
-
SRI masih menyebakan kebingunan dalam sistem
pembagian air karena belum adanya panduan yang pasti mengenai hal ini. Dalam
hal perencanaan, operasional irigasi dengan SRI belum mempunyai angka dasar
hidrologi yang baku, sehingga para ahli hidrologi masih belum dapat
merencanakan sistem pembagian air yang ideal. Penelitian akan hal ini sangat
diperlukan guna mendapatkan angka koefisien yang baku. Pembagian air irigasi
dalam SRI juga sangat menuntut sistem pertanaman serempak, terutama pada satu
petak tersier yang sama. Dilain pihak, sistem pertanaman serempak ini sampai
sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal sekalipun pada sistem
konvensional.
-
Selain SRI, sistem Jajar Legowo yang
dikombinasikan dengan pupuk organik dan juga padi Hibrida yang menggunakan
sistem pengairan konvensional yang juga memberikan hasil produksi yang relatif
sama, menjadi pesaing utama bagi pengembangan SRI.
Pada akhirnya, betatapapun banyaknya kelebihan yang
dimiliki SRI, beberapa penyesuaian budaya, kebijakan pembangunan, maupun
teknis, sangat diperlukan. Yang jelas, dengan kondisi lahan irigasi yang ada di
Indonesia, SRI masih sangat diharapkan dapat dikembangkan secara luas terutama
pada daerah irigasi yang pemenuhan airnya terbatas seperti di wilayah-wilayah
Timur Indonesia.
b. Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi
Sesuai pasal 4 Peraturan
Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, pengelolaan sistem irigasi
diselenggarakan melalui azas partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan
hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Apa yang dimaksud dengan
poin-poin tersebut ? Inilah kira-kira yang dimaksudkan dengan kaidah
pengelolaan yang diharapkan dari peraturan tersebut :
-
Partisipatif ; sudah saatnya semua pihak, baik
unsur pemerintah maupun pemanfaat jaringan irigasi (petani / P3A) memiliki dan
mewujudkan azas inisiatif guna mengelola dan memelihara jaringan irigasi demi
kemanfaatan yang sebesar-besarnya. Disini, pola desentralisasi sangat
diharapkan terutama pada areal-areal yang merupakan kewenangan daerah (Baca
Pasal 16, 17, dan 18 PP 20/2006). Petani melalui P3A dan GP3A, diharapkan
memiliki inisisatif swadaya ataupun swakelola dalam melestarikan kedayagunaan
jaringan irigasi, sementara pemerintah sesuai daerah kewenangannya
bertanggungjawab untuk mendukung inisiatif yang muncul dari petani.
-
Terpadu ; keterpaduan yang dimaksud bukan hanya
pada proses pemeliharaan pelestarian jaringan, akan tetapi lebih diutamakan
pada pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani
lahan beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid.
Disini, dituntut koordinasi dan konsolidasi program antara 4 pemangku
kepentingan pembangunan lahan beririgasi, yaitu Petani (P3A), PU Pengairan,
Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Bappeda sebagai motor pembangunan daerah.
Keterpaduan bukan hanya dari segi pemanfaatan, akan tetapi juga dari segi
pembiayaan operasional dan pemeliharaan.
-
Berwawasan lingkungan ; dimaksudkan sebagai
pemenuhan azas kelestarian pemanfaatan dan kegunaan. Oleh karenanya, disini
dituntut pelaksanaan program pemeliharaan yang baik dan terstruktur serta
dukungan program pelestarian sumber daya air itu sendiri yang merupakan
wewenang dan tanggung jawab Ditjen SDA dan Kehutanan. Dari segi teknis
pemanfaatan, Dinas Pertanian dituntut pula melaksanakan sistem pertanian yang
mendukung azas pelestarian lingkungan hidup seperti menerapkan sistem pertanian
terpadu, integrasi tanaman dan ternak, metode budidaya padi organik (melalui
metode SRI atau Jajar Legowo), PHT, dan lain-lain.
-
Transparansi, akuntabel, dan berkeadilan ; poin
ini merupakan hal yang gampang-gampang susah untuk dilaksanakan. Tidak ada
kriteria yang jelas untuk memonitor realisasinya. Paling tidak kita dapat
mengharapkan partisipasi masyarakat petani untuk dapat mengontrol ketiga poin
tersebut. Dengan adanya peraturan ini, petani melalui organisasi P3A / GP3A
dapat melakukan aksi pengawasan langsung atas proses dan pembiayaan operasi dan
pemeliharaan di wilayah kewenangannya. Azas ini mensyiratkan bahwa proses
pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani mempunyai hak untuk
menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut transparansi, akuntabilitas,
dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan.
C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian
dari Masa ke Masa
Sistem pertanian dari
masa ke masa yang dibangun oleh berbagai generasi tentunya akan menghasilkan
dampak positif bagi masyarakat, tetapi begitupun tentunya juga memiliki
kekurangan yang timbul akibat kebijakan-kenijakan tersebut. Berikut akan dibahas
beberapa hal yang menjadi kelebihan maupun kekurangan pembangunan sistem
pertanian pada masa Orde Baru dan Masa Reformasi.
1. Kelebihan
a. Orde Baru
-
Terciptanya kestabilan ekonomi Indonesia dengan
adanya REPELITA
-
Berkembangnya kemampuan petani dalam hal pengolahan
lahan maupun produksi bahan pangan menjadi lebih modern
-
Terjadinya peningkatan produksi hasil pertanian
yang menjadikan Indonesia berhasil bangkit dari masalah kebutuhan pangan dengan
menciptakan swasembada pangan
-
Terciptanya kualitas sumber daya manusia yang
lebih kompeten dan menghasilkan
b. Reformasi
Pada program yang dijalankan
pemerintah tentng program SRI dapat dilihat beberapa kelebihan di antaranya:
-
SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih
sedikit
-
Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti
secara signifikan meningkat
-
Sistem pengairan yang intermitten / terputus
sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro bagi
tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah
-
Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding
dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan
demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi
Pada kebijakan tentang Pembangunan
Pertanian Lahan Beririgasi dapat dilihat beberapa kelebihan di antaranya:
-
Meningkatkan kesejahteraan petani lahan
beririgasi yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid
-
Semua pihak memiliki dan berkewajiban mengelola
dan memelihara jaringan irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-besarnya
-
Proses pembangunan adalah milik masyarakat
petani dan petani mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan
menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan
2. Kekurangan
a. Orde Baru
-
Timbulnya kesulitan untuk mengatasi dampak dari
kemajuan pengolahan tanaman yang lebih modern
-
Petani menjadi tertinggal kerena kurangnya
penyuluhan pertaniankepada para petani
-
Terjadi keterbelakangan subsektor selain pangan
dikarenakan pemerintah lebih mengutamakan kemajuan dalam produksi tanaman
pangan
b. Reformasi
-
Petani belum siap dengan beberapa kebijkan dari
pemerintah yang dianggap terlalu sulit dan merepotkan
-
Dalam permasalahan irigai petani menjadi
kebingungan akibat tidak memahami penduan yang tidak pasti dalam sistem
pembagian air
3. Solusi
Permasalahan yang timbul pada sistem pembangunan pertanian tersebut
sebenarnya menjadi pemicu bagi para ahli di bidang pertanian untuk memecahkan
bagaimana mencari solusi dari masalah tersebut. Beberapa masalah yang tecipta
dari masa Orde Baru maupun Reformasi sebenarnya memerlukan pemecahan yang cukup
sederhana dan dapat dipahami dengan mudah oleh para petani agar dapat melakukan
prodes produksi bahan pangan maupun hasi hortikultura yang dapat meningkatkan
kemajun pertanian Indonesia.
Permasalahan tentang lahan irigasi yang ingin memperluas areal untuk
meningkatkan produksi padi sawah sebenarnya telah terjawab dengan hadirnya padi
SRI yang mampu menghasilkan padi lebih banyak namun dengan konsumsi air yang
sedikit. Hanya saja dalam penanaman padi SRI ini juga mengalami hambatan dengan
kurangnya buruh tani yang bekerja untuk mengembangkan sistem padi ini
diakibatkan para petani yang sebagian besar memiliki pekerjaan lain dan
menjadikan kegiatan pertanian menjadi pekerjaan sampingan. Seharusnya
pengembangan padi SRI menjadi solusi tepat bagi sulitnya membuka areal irigasi
bagi petani, hanya saja hal itu harus sejalan dengan kegiatan petani yang lebih
fokus pada produktifitas tanaman-tanaman pangan.
Sedangkan permasalahan penggunaan
air lahan irigasi yang membingungkan petani akibat ketidakjelasan panduan
penggunaan dan pembagian air seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi
penyuluh pertanian sehingga lebih meningkatkan penyuluhan untuk menambah
pengetahuan para petani yang tidak hanya terfokus tentang penggunaan air lahan
irigasi, tetapi juga pada masalah pembibitan, pembasmian hama, maupun pada
pemberian pupuk dengan dosis yang tepat bagi tanaman.
Pada kebijakan pemerintah tentang REPELITA dan Revolusi Hijau yang
bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dengan meningkatkan produktifitas
tanaman pangan menuju swasembda pangan mengakibatkan permasalahan pada
keterbelakangan produktifitas subsektor tanaman selain tanaman pangan seperti
hortikultura. Seharusnya peningkatan produktifitas dari tanman pangan juga
diimbangi dengan peningkatan produktifitas tanaman lainnya seperti tanaman
hortikultura.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan pertanian merupakan hal yang harus bagi setiap negara untuk
terus memperbaharui produktifitas hasil buminya yang berupa tanaman, seperti
tanamn pangan, tanaman hortikultura maupun tanaman perkebunan untuk
meningkatkan ketahanan pangan bagi bangsanya yang terus meningkan. Selain itu
juga bisa menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara.
Pada masa Orde Baru presiden Soeharto giat melakukan pembangunan
pertanian dengan melakukan beberapa kebijakan seperti REPELITA, Revolusi Hijau,
BIMAS, INMAS, INSUS, dan Panca Usaha Pertanian untuk meningkatkan pembangunan
pertanian khususnya dalam peningkatana produktifitas tanaman pangna yang
akhirnya mampu mewujudkan Indonesia swasembada pangan
Kebijakan-kebijakan juga terus berlanjut pada masa Reformasi hingga
sekarang yang menghasilkan cara-cara yang lebih modern dan tidak menyulitkan
bagi para petani untuk memberikan hasil terbaik dari sektor pertanian Indonesia
seperti pembuatan areal irigasi maupun penemuan bibit-bibit unggul yang
menghasilkan hasil terbaik dari sektor pertanian.
B. Saran
Pembangunan sistem pertanian di Indonesia menghasilkan beberapa kemajuan
yang cukup pesat bagi bangsa ini. Tapi pada beberapa persoalan terdapat hal-hal
yang mengalami kekurangan yang mengakibatkan pembangunan pertanian berjalan
tidak seimbang.
Pada sistem pertanian pada daerah yang masih menggunakan sistem
pertanian yang lebih tertinggal dari daerah lainnya hendaknya meningkatkan
penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan bagi para petani. Selain itu
pembangunan areal irigasi hendaknya merata pada setiap daerah, begitupun dengan
pengembangan sistem SRI yang dinilai cukup memberikan banyak keuntungan untuk
diaplikasikan secara merata
DAFTAR
PUSTAKA
Pusposutardjo, Suprodjo dan Susanto, Sahid. 1992.
Perspektif dari Pengembangan Managemen Sumber Air dan Irigasi Untuk Pembangunan
Pertanian. Yogyakarta: Liberty (Hal 26-28)
Mosher, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun
Pertanian. New York: Franklin Book Programs.Inc ( Hal 13-17)
http://www.sinartani.com/agriwacana/-bimas-ke-inmas-1239601888.html
(17Januari 2011)
http://sukatani-banguntani.blogspot.com/2010/03/pembangunan-pertanian-lahan-beririgasi.html
(28 Maret 2010)
http://sukatani-banguntani.blogspot.com/2010/03/pembangunan-pertanian-lahan-beririgasi.html
(26 Maret 2010)
http://amiere.multiply.com/reviews/item/9
(31 Januari 2008)