DAFTAR ISI ARTIKEL

PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

1.   PERAN PERTANIAN TERHADAP PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN SEBUAH NEGARA

Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian ini memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
A.  Sumbangan Terhadap Produk
Dalam system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sektor pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dengan sektor non pertanian. Dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari luar negeri seperti buah, beras dan sayuran hingga daging.Dari sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena Bahan baku dijual ke luar negeri dengan harga yang lebih mahal.
Contohnya : penyediaan Bahan baku untuk industri manufaktur. seperti , seperti industri tekstil, barang dari kulit, makanan dan minuman.
B.  Kontribusi Pasar.
Negara agraris merupakan sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian seperti pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) dan produk konsumsi (pakaian,mebel, dan lain-lain) Keberhasilan kontribusi pasar dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tergantung dari beberapa hal berikut, yaitu :
Pengaruh keterbukaan ekonomi : Membuat pasar sektor non pertanian tidak hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sebagai pesaing, sehingga konsumsi yang tinggi dari petani tidak menjamin pertumbuhan yang tinggi sektor non pertanian.
Jenis teknologi sektor pertanian : Semakin modern, maka semakin tinggi demand produk industri non pertanian.
Kontribusi Pasar contohnya : Pembentukan pasar domestik untuk barang industri dan konsumsi
C.  Kontribusi Faktor Produksi.
Kontribusi Faktor Produksi menyebabkan Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal dari sektor pertanian ke Sektor lain
Faktor produksi yang dapat dialihkan dari sektor pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian adalah Tenaga kerja dan Modal. Di Indonesia hubungan investasi pertanian dan non pertanian harus ditingkatkan agar ketergantungan Indonesia pada pinjaman Luar negeri menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk merealisasi hal tersebut adalah :
Harus ada surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sektornya. Market surplus ini harus tetap dijaga dan hal ini juga tergantung kepada factor penawaran yaitu Teknologi, infrastruktur dan sumber daya manusia dan factor permintaan seperti nilai tukar produk pertanian dan non pertanian baik di pasar domestic dan Luar negeri. Petani harus net savers yaitu Pengeluaran konsumsi oleh petani lebih kecil daripada produksi  Tabungan petani harus lebih besar dari investasi sektor pertanian.
D.  Kontribusi Devisa.
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sektor pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.








2.   MASALAH POKOK PEMBANGUNAN PERTANIAN

A.  Pertumbuhan Ekonomi
Pada  awal tahun 70-an, perubahan persepsi pemerintah dan swasta mengenai tujuan ekonomi telah bergeser. Di negara yang sudah maju, tekanan yang utama tampaknya usaha untuk menggeser orientasi pada pertumbuhan ekonomi menuju ke usaha yang lebih memperhatikan kualitas hidup. Perhatian ini didukung dengan adanya gerakan lingkungan hidup. Terjadi protes yang sangat keras terhadap ganasnya pertumbuhan ekonomi dan akibat polusi air dan udara, penipisan cadangan sumberdaya alam, dan kerusakan keindahan alam.
Sementara itu, di negara miskin yang menjadi perhatian utama adalah masalah pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Banyak negara berkembang yang menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hanya sedikit memberikan manfaat bagi pemecahan masalah kemiskinan. Bagi ratusan juta penduduk di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, tingkat kehidupannya mandeg dan bahkan untuk beberapa negara terjadi penurunan tingkat kehidupan riil. Tingkat pengangguran meningkat di daerah perdesaan dan perkotaan. Distribusi pendapatan antara kaya dan miskin semakin tidak merata. Banyak orang merasakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah gagal untuk menghilangkan atau bahkan mengurangi luasnya kemiskinan absolut di negara-negara sedang berkembang.
Dengan kata lain, pertmbuhan ekonomi yang cukup tinggi tidak secara otomatis meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bahkan pertumbuhan ekonomi ini dibeberapa negara telah menimbulkan absolut dalam tingkat hidup orang miskin di perkotaan dan perdesaan. Apa yang disebut dengan proses “trickle down effect” dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi orang miskin tidak terjadi.  
B.  Masalah Distribusi Pendapatan Dan Kemiskinan
Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan pembagian pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan. Walaupun titik perhatian utama pada ketidakmerataan distribusi pendapatan dan harta kekayaan, hal tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari masalah ketidakmerataan yang lebih luas di negara-negara sedang berkembang.
Melalui pemahaman yang mendalam terhadap masalah ketidakmerataan dan kemiskinan ini memberikan dasar yang baik untuk menganalisis msalah pembangunan yang lebih khusus  seperti : pertumbuhan populasi; pengangguran; pembangunan perdesaan; pendidikan; perdagangan internasional, dan sebagainya.
Secara umum yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah :
-     Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita.
-     Inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.
-     Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
-     Investasi ditanamkam pada proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase pendapatan dari dari harta tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
Pada tahun terakhir ini perhatian para ilmuwan sosial dan lembaga-lembaga penelitian serta perguruan tinggi terhadap masalah kemiskinan semakin meningkat. Perhatian tersebut mencakup betapa luasnya masalah kemiskinan, definisi, dan sebab-sebab yang menimbulkan kemiskinan.
Ada beberapa aspek dari kemiskinan yaitu :
-     Kemiskinan itu bersifat multidimensional.  Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka kemiskinan itu memiliki banyak aspek. Jika dilihat dari sisi kebijaksanaan secara umum, maka kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset-aset, pengetahuan serta keterampilan. Aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Sementara itu, dimensi kemiskinan tersebut termanefestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang tidak sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan pendidikan yang juga kurang baik.
-     Aspek-aspek kemiskinan itu saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung.   Hal ini berarti bahwa kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau kemunduran pad aspek lainnya.
-     Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif.


C.  Masalah Kependudukan Dan Ketenagakerjaan
Berikut ini beberapa masalah kependudukan dan ketenagakerjaan di Indonesia.
-     Rendahnya kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan denganmelihat tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.
-     Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
-     Persebaran tenaga kerja yang tidak merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di daerah lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi pengangguran, sementara di daerah lain masih banyak sumber daya alam yang belum dikelola secara maksimal.
-     Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di Indonesia mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang gulung tikar mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan semakin banyak.




D.  Masalah Ketahanan Pangan
Bukan saja Indonesia  dalam tahun 2013 yang menghadapi masalah pangan, akan tetapi banyak negara mengalami masalah pangan yang cukup mengkhawatirkan. Perhatian terhadap masalah pangan perlu ditekankan, kalau tidak akan makin memberatkan pada masa-masa mendatang. Jika ini terjadi mempunyai dampak kumulatif yang merugikan terhadap berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai misal, Organisasi Anti Kemiskinan Oxam di Paris menyatakan perubahan iklim menyebabkan terjadinya  cuaca ekstrim, yang juga mendorong naiknya harga pangan. Ini salah satu pemicu terjadinya krisis pangan yang bisa mengancam warga dunia. Kekeringan di Amerika Serikat dan banyaknya hujan di Asia pada tahun 2012 kemarin  telah menyebabkan melonjaknya harga pangan. Kecenderungan ini diperkirakan akan  berlanjut dalam dua dekade ke depan, yang memicu gagal panen banyak komoditas sehingga  harga pangan naik tajam. Dengan daya beli masyarakat yang menurun akibat krisis ekonomi di dunia, akan dapat  mengancam kehidupan masyarakat secara global.
Organisasi Pangan Dunia (FAO) belum lama ini melaporkan indeks harga pangan dunia naik pada September 2012 menjadi 215,8 poin dibanding 212,8 poin pada Agustus 2012. Namun FAO menyatakan meskipun terjadi kenaikan harga karena kurangnya pasokan, namun bukan berarti akan terjadi krisis pangan dalam waktu dekat. Hal ini berarti, tanpa penanganan manajerial  yang baik terhadap masalah pangan, dalam jangka panjang masalah pangan bisa menjadi problema yang berat.
Dampak kenaikan harga pangan di dunia berpengaruh pada kenaikan harga pangan di Indonesia, karena ketergantungan pangan Indonesia terhadap impor demikian besar. Kejadian tahun 2012 di Indonesia tercatat bagaimana terjadi kelangkaan kedelai pada medio bulan Juli, dan belum lama ini terjadi kenaikan harga daging sapi yang spektakuler. Demikian juga, komoditas lainnya, sepertinya beras yang dinyatakan surplus kondisinya secara nasional, akan tetapi tetap saja masih dilakukan impor.
Belum lagi, yang cukup memprihatinkan pada kenaikan komoditas pangan di Indonesia ditengarai munculnya masalah kartel pangan. Sampai-sampai Presiden Presiden SBY dalam kasus kedelai meminta agar kartel kedelai yang terbukti merugikan masyarakat ditindak secara hukum. Pernyataan Presiden ini secara eksplisit menyatakan bahwa  dalam hal kedelai dan bisa jadi pangan lainnya tentunya bentuk pasar kartel tidak boleh ada karena  benar-benar dapat  merugikan masyarakat.
E.  Masalah Daya Saing/Globalisasi
Sulit berharap daya saing Indonesia bisa ditingkatkan dalam tingkat global. Kualitas lingkungan dunia usaha nasional sangat tidak mendukung meningkatnya daya saing. Pihak yang paling berperan untuk memperbaiki daya saing itu harus dari pemerintah sendiri karena faktor yang memperburuk berasal dari eksternal dunia usaha, seperti tingkat pajak yang tinggi, suku bunga, transportasi, upah buruh, penegakan hukum, pungutan liar, serta korupsi. Dalam soal harga, kualitas dan pelayanan, Indonesia kalah dibandingkan dengan negara-negara eksportir lain seperti Vietnam, Thailand, Cina, Filipina, Malaysia. Tidak mengherankan jika negara maju seperti Singapura menduduki peringkat pertama dalam survei Doing Business 2010 World Bank karena memiliki daya saing tinggi meski sumber daya alamnya terbatas.
Kontras dengan Singapura, Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam cukup besar justru hanya berada di peringkat 122 dari 183 negara yang disurvei.Ternyata, faktor melimpahnya sumber daya alam bukan menjadi jaminan bagi membaiknya daya saing suatu negara sejauh sumber daya alam tersebut tidak dikelola dengan baik. Membandingkan Indonesia dengan negara maju seperti Singapura mungkin terlalu jauh perbedaannya.
Segala upaya untuk itu sudah dilakukan dan tinggal peran pemerintah untuk memperbaikinya. Dalam daya saing terkecil, seperti barang, Indonesia sudah tidak kompetitif. Soal harga, misalnya, produk dari Indonesia bisa lebih mahal dari negara produsen lain karena tingginya biaya produksi. Pelaku usaha harus memperhitungkan suku bunga perbankan serta tingkat pajak yang tinggi. Biaya transportasi di pelabuhan seperti handling charge dan freight yang melonjak dari nilai seharusnya.
Masalah penegakan hukum, pengurusan dokumen yang berbelit-belit dan panjang, serta berbagai pungutan dari pemerintah daerah turut membebani pengusaha. Pemda dengan otonomi daerah, banyak mengeluarkan kebijakan yang tidak menciptakan iklim kondusif bagi dunia usaha termasuk community development. Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu menciptakan lingkung-an yang mendukung pembaharuan di tingkat lokal untuk meningkatkan partisipasi publik dalam pengawasan kebijakan serta program pembangunan. Akuntabilitas publik yang lemah selama ini disinyalir sebagai akar masalah dan modus praktik korupsi pada berbagai sektor dan proses.
Lingkungan yang kondusif, infrastruktur ekonomi yang baik, serta kepastian hukum adalah kondisi yang patut diperhitungkan untuk keunggulan daya saing industri kita. Tetapi, hal itu tidak cukup karena harus juga ditunjang dengan keunggulan SDM yang berkualitas dari perguruan tinggi yang dapat menguasai iptek serta riset dan pengembangan untuk mendorong keberlanjutan industri serta kemandirian ekonomi. Perpaduan dan sinergitas itu semua akan memunculkan kemampuan bahkan keunggulan daya bangsa kita di hadapan bangsa lain di dunia ini.
Dengan demikian, untuk meningkatkan daya saing Indonesia di berbagai bidang, tidak cukup semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, meskipun tentu saja pemerintah harus menjadi motor dalam upaya ini. Sesuai dengan konsep good governance, setidaknya ada dua pilar lain yang harus terlibat dalam upaya ini yaitu swasta dan civil society. Bahkan, lebih jauh upaya meningkatkan daya saing bangsa ini merupakan tugas dan tanggung jawab semua komponen anak bangsa ini. Upaya peningkatan daya saing bangsa ini penting bukan semata-mata untuk meningkatkan peringkat atau martabat kita dalam pergaulan internasional, melainkan juga untuk mengemban amanah memakmurkan negeri dengan cara mengelola semua potensi bangsa ini secara optimal yang pada akhirnya diabdikan bagi kesejahteraan seluruh tumpah darah negeri ini














DAFTAR PUSTAKA

NN. 2010. Pembangunan Pertanian di Indonesia. Melalui: http://www.docstoc.com/docs/36654781/Pembangunan-Pertanian-Di-Indonesia [2010/04/30]

NN. 2011. Pertanian. Melalui: http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian [2011/01/14]

NN. 2009. Tiga Problem Sektor Pertanian. Melalui: http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=9207&Itemid=822 [2009/02/04]

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta: LPFEUI dengan Bima Grafika

Jhingan, M L. 2002. Ekonomika Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Rajawali Pers

http://www.deptan.go.id

http://seafast.ipb.ac.id/publication/presentation/tantangan-ketahanan-pangan-indonesia-17Feb2011.pdf

http://www.unpad.ac.id/archives/46767


http://www.bppt.go.id/index.php/lpnk/56-bioteknologi-dan-farmasi/999-dukungan-inovasi-wujudkan-ketahanan-pangan-di-indonesia

0 comments

 
cbox

close